Seperti biasa pagi ini aku berangkat kerja. Setelah berpakaian rapi, menuju meja makan maksud hati ingin sarapan. Tapi setelah kubuka tudung saji, baru ku ingat istriku tadi malam pergi kerumah ibu. Rencananya hari ini giliran mas Ali yang berangkat haji setelah dua tahun lalu menghajikan kedua orang tuanya. Yah, mas Ali yang notabene adalah kakak iparku telah berhasil mewujudkan impian orangtuanya. Sedangkan aku? Aku hanya sebagai buruh pabrik makanan instant, mana mungkin bisa sampai seperti itu.
Tapi, ah..semua ini adalah pemberian Allah yang wajib aku syukuri. Meski hidup dalam kesederhanaan, tapi kusadari aku tetap hidup dalam kemewahan. Kemewahan yang tidak semua orang punya. Aku punya istri yang cantik, baik, pengertian, dan insyaAllah sholehah. Rumah mungil inipun serasa menjadi istana yang megah dan indah. Yang diramaikan oleh peri-peri kecil yang lincah dan menggoda mata.Empat tahun menikah, kami telah dikaruniai dua orang anak. Besar harapan kami tergantung pada mereka supaya kelak menjadi anak yang berguna bagi keluarga, agama dan bangsa.Kututup kembali tudung saji itu. Kulirik jam tangan, sudah hampir jam 7. Tidak sempat kalau harus memasak mi atau sekedar menggoreng telur. Kuputuskan pagi ini tidak sarapan.
Tapi, ah..semua ini adalah pemberian Allah yang wajib aku syukuri. Meski hidup dalam kesederhanaan, tapi kusadari aku tetap hidup dalam kemewahan. Kemewahan yang tidak semua orang punya. Aku punya istri yang cantik, baik, pengertian, dan insyaAllah sholehah. Rumah mungil inipun serasa menjadi istana yang megah dan indah. Yang diramaikan oleh peri-peri kecil yang lincah dan menggoda mata.Empat tahun menikah, kami telah dikaruniai dua orang anak. Besar harapan kami tergantung pada mereka supaya kelak menjadi anak yang berguna bagi keluarga, agama dan bangsa.Kututup kembali tudung saji itu. Kulirik jam tangan, sudah hampir jam 7. Tidak sempat kalau harus memasak mi atau sekedar menggoreng telur. Kuputuskan pagi ini tidak sarapan.
Aku baru hendak mengambil kunci motor ketika tiba-tiba tubuhku terasa panas dingin. Menggigil... tubuhku seperti membawa beban berat berton-ton hingga aku jatuh tersungkur bersandar pada kursi meja makan. Seketika itu juga aku melihat sesosok bayangan putih yang menghampiriku. Semakin mendekat bayangan itu, semakin menggigil pula tubuhku. Lidahku seperti tercekat. Sejenak bayangan itu berputar-putar diatas kepalaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Saat dia semakin dekat denganku, serasa ingin memasuki tubuhku, kurasakan sendi-sendi tulangku bagai remuk. Bagai ada sebatang kayu berduri tajam dimasukkan kedalam mulutku. Dipaksa...dan setelah masuk kedalam perut, ditarik lagi dengan keras hingga ada bagian tubuhku yang tercerabut dan tersangkut di duri-duri itu. Sungguh sangat luar biasa sakitnya. Tak terasa air mata meleleh, aku hanya menyebut nama Allah berkali-kali dalam hati. Karna hanya itu yang aku bisa lakukan. Aku ingin teriak minta tolong, tapi lagi-lagi lidahku kelu.
Allahuakbar...Allahuakbar..Laailaha ilallah... Apa yang terjadi padaku ya Allah... Sampai saat bayangan itu selesai menunaikan tugasnya, tiba-tiba badanku serasa ringan. Terbang melayang-layang. Masih dengan rasa sakit yang tak terkira akibat perbuatan bayangan yang tak kukenal. Kulayangkan pandangan keseluruh ruangan. Sepi! Hanya ada seonggok tubuh pucat pasi yang terkapar tak berdaya disamping kursi meja makan...
“Pak Adam mengalami serangan jantung, Bu.” kudengar orang berbaju putih itu berbicara pada istriku. Kulihat istriku berada disamping tempat tidur dimana tubuh yang kulihat di ruang makan tadi terbaring. Ada beberapa orang disamping istriku. Imah, kamu menangis, anak-anak menangis, sanak saudara menangis. Aku berusaha menenangkannya, tapi percuma. Aku berusaha bicara pada mereka, tetap masih percuma.
Mereka seakan tidak mendengarku. Bahkan tidak menganggapku bahwa sedari tadi aku berada disini, bersama mereka. Kulirik tubuh itu, kurasakan seketika tubuhku panas. Aku ingin segera diantarkan ketempat dimana aku seharusnya berada... Kulangkahkan kakiku dengan langkah ringan memasuki mobil putih dengan suara menderu-deru. Sesampai dirumah, tubuhku...atau lebih tepatnya jasadku dibaringkan. Kulihat sanak famili mengelilingiku. Kain jarik dibentangkan, air dan sabun telah pula disiapkan. Ketika air menyiram ubun-ubunku, tiba-tiba terdengar suara menggema dari langit. Keras sekali...
"Wahai Adam Anak si Abdulah...
Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat, Mengapa Kini Terkulai Lemah?
Mana Lisanmu Yang Dahulunya Fasih, Mengapa Kini Bungkam Tak Bersuara?
Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar, Mengapa Kini Tuli dari Seribu Bahasa?
Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia, Mengapa Kini Raib Tak Bersuara?"
Suara itu terdengar memekik, memekakkan telinga. Kututup kedua telingaku, namun suara itu semakin keras terdengar. Tubuh tak berdaya-ku telah bersih. Kini aku dibawa ke pembaringan, dan siap dikafan. Aku masih saja melihat dan mendengar tangis mereka yang kutinggalkan. Dadaku bergejolak, ingin sekali aku bicara pada mereka. Jangan tangisi aku, bukankah kematian adalah suatu kepastian, yang setiap makhluk hidup pasti akan mengalaminya. Namun, lagi-lagi aku tak kuasa. Kain putih dibentangkan, tali temali telah disiapkan. Apa itu? Aku mendengar suara memekik dari langit...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha, Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah
Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan Nun Jauh Tanpa Bekal
Kau Telah Keluar Dari Rumahmu Dan Tidak Akan Kembali Selamanya
Kini Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan Yang Penuh Pertanyaan."
Tubuhku kembali menggigil. Aku yang tadinya ingin menenangkan mereka, tapi kini aku disergap rasa takut yang amat sangat. Perjalanan nun jauh tanpa bekal... Apa bekalku ya Rabb... apakah selama ini hidupku adalah sia-sia? Ya Allah, terimalah semua amalku ya Allah. Meskipun itu tiada bandingan dengan nikmat yang telah Engkau berikan...dan ampunilah segala dosa dan khilafku... Kulihat beberapa orang, ah...itu kan si Joko. Dia berdiri paling depan diantara beberapa orang lainnya yang telah berjajar rapi menghadap kiblat. Dihadapan merekalah jasadku terbaring. Aku juga melihat si Firman, si Harun dan... siapa ketiga orang itu. Rasa-rasanya aku belum pernah bertemu dengan mereka.
Ketika takbir terucap, seketika itulah suara dari langit kembali terdengar...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah..
Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan Kelak Kau Lihat Hasilnya Di Akhirat
Apabila Baik, Maka Kau Akan Melihatnya Baik
Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk."
Aku bingung. Aku berputar-putar menatap langit yang mendung. Kucari sumber suara itu. Tetapi tak kunjung kutemukan dari mana asal suara aneh yang selalu membuatku bergetar ketakutan bila mendengarnya. Jasadku telah berada dalam ruangan sempit yang diusung dan bertandukan empat orang. Satu langkah mereka keluar pekarangan rumahku, saat tiba-tiba kembali terdengar suara memekik dari langit mendung...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat."
Kali ini, tak kuhiraukan seruan itu. Aku bimbang bercampur takut. Mau dibawa kemana aku? Ini kan rumahku. Lalu aku tersadar, bahwa aku harus menanti dirumah baruku. Kulihat disana telah menganga sebuah lubang berukuran 2x1m. Tidak luas memang, tidak seluas rumahku yang dulu. Tapi itulah rumahku saat ini...Jasadku yang telah terbungkus oleh kain putih pun perlahan diletakkan ditanah dalam lubang sempit itu. Sekali lagi kudengar seruan agung dari langit, semakin memekakkan telinga. Kulihat mereka yang ada disekitarku tidak merasakan apa-apa. Tidak mendengar yang sedari tadi aku dengar. Aku sudah tidak dapat merasakan tubuhku. Terkulai lemas, masih tetap menggigil ketakutan. Ketakutanku semakin memuncak ketika suara itu menggema...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Apa Yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu Yang Luas Di Dunia Untuk Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini?
Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis
Dahulu Kau Bergembira, Kini Dalam Perutku Kau Berduka
Dahulu Kau Bertutur Kata, Kini Dalam Perutku Kau Bungkam Seribu Bahasa."
Masih kudengar tangis pilu sanak saudara yang ikut mengantar kerumah peristirahatanku yang terakhir. Kemudian mereka mulai meninggalkanku sendirian. Satu persatu. Tetanggaku, teman sekantorku, orang tuaku, bahkan istri dan anak-anakku pun meninggalkanku. Kalian mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendiri disini. Aku takut... pekikku. Tak seorangpun mendengar. Kegelapan mulai merayap. Rasa takutpun semakin menggerayangiku. Gelap pekat dipandangan. Alam apa ini? Apakah ini adalah yang sering diceritakan orang-orang selama aku masih hidup didunia? Alam penantian yang sangat panjang dan mencekam, tanpa seseorangpun yang dapat dijadikan teman. Alam barzakh-kah ini? Kini aku benar-benar sendiri. Tiba-tiba kulihat dua sosok makhluk berjubah putih mendekatiku. Tak dapat kusembunyikan rasa takutku yang semakin menggila. Tubuhku terguncang-guncang... Bersamaan dengan itu, kembali terdengar suara dari langit. Kali ini, semakin dekat...dan semakin dekat...
"Wahai Hamba-Ku.....
Kini Kau Tinggal Seorang Diri Tiada Teman Dan Tiada Kerabat Di Sebuah Tempat Kecil, Sempit Dan Gelap.. Mereka Pergi Meninggalkanmu.. Seorang Diri Padahal, Karena Mereka Kau Pernah Langgar Perintah-Ku Hari Ini,.... Akan Kutunjukan Kepadamu Kasih Sayang-Ku Yang Akan Takjub Seisi Alam Aku Akan Menyayangimu Lebih Dari Kasih Sayang Seorang Ibu Pada Anaknya".
Dalam sekejab aku merasa berada dalam padang yang luas... kulihat juga disana sini tumbuh pohon kurma yang berbuah ranum. Kulihat disana ada sebuah rumah, rumahku. Ya, rumahku dimana menjadi tempat tinggalku didunia bersama keluargaku. Kumasuki rumah itu, sepi... disana terhampar sebuah permadani indah. Tak sabar, aku tidur diatasnya. Dalam hati aku berucap, akan kutunggu istriku dan anak-anakku menyusulku di rumah ini...
Allahuakbar...Allahuakbar..Laailaha ilallah... Apa yang terjadi padaku ya Allah... Sampai saat bayangan itu selesai menunaikan tugasnya, tiba-tiba badanku serasa ringan. Terbang melayang-layang. Masih dengan rasa sakit yang tak terkira akibat perbuatan bayangan yang tak kukenal. Kulayangkan pandangan keseluruh ruangan. Sepi! Hanya ada seonggok tubuh pucat pasi yang terkapar tak berdaya disamping kursi meja makan...
“Pak Adam mengalami serangan jantung, Bu.” kudengar orang berbaju putih itu berbicara pada istriku. Kulihat istriku berada disamping tempat tidur dimana tubuh yang kulihat di ruang makan tadi terbaring. Ada beberapa orang disamping istriku. Imah, kamu menangis, anak-anak menangis, sanak saudara menangis. Aku berusaha menenangkannya, tapi percuma. Aku berusaha bicara pada mereka, tetap masih percuma.
Mereka seakan tidak mendengarku. Bahkan tidak menganggapku bahwa sedari tadi aku berada disini, bersama mereka. Kulirik tubuh itu, kurasakan seketika tubuhku panas. Aku ingin segera diantarkan ketempat dimana aku seharusnya berada... Kulangkahkan kakiku dengan langkah ringan memasuki mobil putih dengan suara menderu-deru. Sesampai dirumah, tubuhku...atau lebih tepatnya jasadku dibaringkan. Kulihat sanak famili mengelilingiku. Kain jarik dibentangkan, air dan sabun telah pula disiapkan. Ketika air menyiram ubun-ubunku, tiba-tiba terdengar suara menggema dari langit. Keras sekali...
"Wahai Adam Anak si Abdulah...
Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat, Mengapa Kini Terkulai Lemah?
Mana Lisanmu Yang Dahulunya Fasih, Mengapa Kini Bungkam Tak Bersuara?
Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar, Mengapa Kini Tuli dari Seribu Bahasa?
Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia, Mengapa Kini Raib Tak Bersuara?"
Suara itu terdengar memekik, memekakkan telinga. Kututup kedua telingaku, namun suara itu semakin keras terdengar. Tubuh tak berdaya-ku telah bersih. Kini aku dibawa ke pembaringan, dan siap dikafan. Aku masih saja melihat dan mendengar tangis mereka yang kutinggalkan. Dadaku bergejolak, ingin sekali aku bicara pada mereka. Jangan tangisi aku, bukankah kematian adalah suatu kepastian, yang setiap makhluk hidup pasti akan mengalaminya. Namun, lagi-lagi aku tak kuasa. Kain putih dibentangkan, tali temali telah disiapkan. Apa itu? Aku mendengar suara memekik dari langit...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha, Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah
Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan Nun Jauh Tanpa Bekal
Kau Telah Keluar Dari Rumahmu Dan Tidak Akan Kembali Selamanya
Kini Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan Yang Penuh Pertanyaan."
Tubuhku kembali menggigil. Aku yang tadinya ingin menenangkan mereka, tapi kini aku disergap rasa takut yang amat sangat. Perjalanan nun jauh tanpa bekal... Apa bekalku ya Rabb... apakah selama ini hidupku adalah sia-sia? Ya Allah, terimalah semua amalku ya Allah. Meskipun itu tiada bandingan dengan nikmat yang telah Engkau berikan...dan ampunilah segala dosa dan khilafku... Kulihat beberapa orang, ah...itu kan si Joko. Dia berdiri paling depan diantara beberapa orang lainnya yang telah berjajar rapi menghadap kiblat. Dihadapan merekalah jasadku terbaring. Aku juga melihat si Firman, si Harun dan... siapa ketiga orang itu. Rasa-rasanya aku belum pernah bertemu dengan mereka.
Ketika takbir terucap, seketika itulah suara dari langit kembali terdengar...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah..
Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan Kelak Kau Lihat Hasilnya Di Akhirat
Apabila Baik, Maka Kau Akan Melihatnya Baik
Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk."
Aku bingung. Aku berputar-putar menatap langit yang mendung. Kucari sumber suara itu. Tetapi tak kunjung kutemukan dari mana asal suara aneh yang selalu membuatku bergetar ketakutan bila mendengarnya. Jasadku telah berada dalam ruangan sempit yang diusung dan bertandukan empat orang. Satu langkah mereka keluar pekarangan rumahku, saat tiba-tiba kembali terdengar suara memekik dari langit mendung...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat."
Kali ini, tak kuhiraukan seruan itu. Aku bimbang bercampur takut. Mau dibawa kemana aku? Ini kan rumahku. Lalu aku tersadar, bahwa aku harus menanti dirumah baruku. Kulihat disana telah menganga sebuah lubang berukuran 2x1m. Tidak luas memang, tidak seluas rumahku yang dulu. Tapi itulah rumahku saat ini...Jasadku yang telah terbungkus oleh kain putih pun perlahan diletakkan ditanah dalam lubang sempit itu. Sekali lagi kudengar seruan agung dari langit, semakin memekakkan telinga. Kulihat mereka yang ada disekitarku tidak merasakan apa-apa. Tidak mendengar yang sedari tadi aku dengar. Aku sudah tidak dapat merasakan tubuhku. Terkulai lemas, masih tetap menggigil ketakutan. Ketakutanku semakin memuncak ketika suara itu menggema...
"Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Apa Yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu Yang Luas Di Dunia Untuk Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini?
Wahai Adam Anak Si Abdullah...
Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis
Dahulu Kau Bergembira, Kini Dalam Perutku Kau Berduka
Dahulu Kau Bertutur Kata, Kini Dalam Perutku Kau Bungkam Seribu Bahasa."
Masih kudengar tangis pilu sanak saudara yang ikut mengantar kerumah peristirahatanku yang terakhir. Kemudian mereka mulai meninggalkanku sendirian. Satu persatu. Tetanggaku, teman sekantorku, orang tuaku, bahkan istri dan anak-anakku pun meninggalkanku. Kalian mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendiri disini. Aku takut... pekikku. Tak seorangpun mendengar. Kegelapan mulai merayap. Rasa takutpun semakin menggerayangiku. Gelap pekat dipandangan. Alam apa ini? Apakah ini adalah yang sering diceritakan orang-orang selama aku masih hidup didunia? Alam penantian yang sangat panjang dan mencekam, tanpa seseorangpun yang dapat dijadikan teman. Alam barzakh-kah ini? Kini aku benar-benar sendiri. Tiba-tiba kulihat dua sosok makhluk berjubah putih mendekatiku. Tak dapat kusembunyikan rasa takutku yang semakin menggila. Tubuhku terguncang-guncang... Bersamaan dengan itu, kembali terdengar suara dari langit. Kali ini, semakin dekat...dan semakin dekat...
"Wahai Hamba-Ku.....
Kini Kau Tinggal Seorang Diri Tiada Teman Dan Tiada Kerabat Di Sebuah Tempat Kecil, Sempit Dan Gelap.. Mereka Pergi Meninggalkanmu.. Seorang Diri Padahal, Karena Mereka Kau Pernah Langgar Perintah-Ku Hari Ini,.... Akan Kutunjukan Kepadamu Kasih Sayang-Ku Yang Akan Takjub Seisi Alam Aku Akan Menyayangimu Lebih Dari Kasih Sayang Seorang Ibu Pada Anaknya".
Dalam sekejab aku merasa berada dalam padang yang luas... kulihat juga disana sini tumbuh pohon kurma yang berbuah ranum. Kulihat disana ada sebuah rumah, rumahku. Ya, rumahku dimana menjadi tempat tinggalku didunia bersama keluargaku. Kumasuki rumah itu, sepi... disana terhampar sebuah permadani indah. Tak sabar, aku tidur diatasnya. Dalam hati aku berucap, akan kutunggu istriku dan anak-anakku menyusulku di rumah ini...
0 komentar :
Posting Komentar