y

Aku Bangga Menjadi Wanita 'Cengeng'

“AIR MATA adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, kesepian, penderitaan, CINTA, dan kebahagian…”

Aku tertunduk dalam, ketika seorang ustadz membimbing kami untuk muhasabah diri. Pikiranku melayang jauh ke masa lalu. Masa dimana aku masih hangat dalam pelukan tangan nan lembut. Kemudian aku menjelma menjadi sesosok yang pernah membuat pemilik tangan itu bersedih. Mungkin aku telah mengecewakannya dengan tingkahku. Ibu, maafkan aku… Tak terasa aliran hangat membasahi pipi. Yah, aku menangis…

Ketika sadar semakin lama aku menjejakkan kaki di bumi Allah ini, tak terasa semakin menumpuk pula dosa dan khilaf yang telah kuperbuat. Bermacam cobaan dan masalah, sedikit banyak telah membuatku berpaling dari-Nya. Lupa akan nikmat dan karunia-Nya, yang secara cuma-cuma aku dapatkan dari-Nya. Ya Rabb, ampuni aku… Mataku panas, membayangkan dosa-dosa yang semakin berat menggunung. Aku menangis…

Ketika aku mendengar sebuah kabar kematian, sering tak dapat kutahan bulir bening yang membuat kabur pandangan. Entah siapapun orangnya, bahkan mungkin tak kukenal sekalipun. Kupandangi diriku, kuhitung-hitung bekal yang kelak akan aku bawa ketika menghadap Sang Pencipta. Kubandingkan dengan dosa khilaf yang telah kuperbuat. Oh, setelah aku hitung…ternyata tak kudapati cukup bekal yang akan kubawa. Aku masih harus mencarinya lagi, tapi… akankah umur ini masih cukup? Ya Allah, ampuni dosa-dosaku…

Kuterima kabar bahagia dari seorang temanku. Akhirnya dia telah mantap untuk membangun mahligai rumahtangga. Aku turut bahagia… Ketika kusaksikan sejoli di depan sana, duduk berdua… Mesra… Ah, akupun tak sadar kalau tissue yang kupegang akhirnya basah. Air mata bahagia, semoga aku kelak juga seperti itu… Semoga dirahmati, semoga berlimpah barakah…

Aku sadar aku semakin dewasa. Aku bukan anak kecil lagi yang dengan polos berlarian kesana kemari dengan ringan seolah tanpa memikul beban. Sejenak aku ingin kembali ke masa itu. Tapi..masalah bukan untuk dihindari bukan? Masalah hanyalah untuk dihadapi dan diselesaikan. Masalah pula yang seharusnya menjadikan kita semakin dewasa, semakin paham dengan hakikat hidup dan semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Terakhir…
Aku bergegas memasuki kamar, segera kututup pintu dan kurebahkan tubuhku sambil mendekap bantal. Aku menangis… yah, aku meneteskan air mata. Setetes, dua tetes hingga akhirnya menganak sungai. Kiranya kegalauan dan kebimbangan dalam hatiku yang membuatku akhirnya menangis. Biarlah…biarlah mata ini sembab karena air mata. Daripada hati ini yang sakit karena menahan begitu banyak beban, yang tak dapat kubagi dengan orang lain.

Dengan air mata, menangis…

Begitulah caraku mengekspresikan emosi. Menangis untuk melepaskan beban. Menangis untuk sekedar melapangkan rongga dada. Tak peduli orang bilang aku wanita ‘cengeng’. Tapi itulah aku. Oh iya, mungkin juga aku salah. Bisa jadi tidak ada orang yang mengetahui jika sebenarnya aku sangat suka sekali menangis. Karena memang, hampir tidak pernah mataku ini meneteskan air mata dihadapan mereka. Yang mereka tahu, aku hanyalah seorang gadis yang selalu ceria. Tak pernah dipusingkan dengan masalah-masalah. Selalu ringan dalam melangkah dan menyambut hari esok.

Tapi apakah dengan ini berarti aku malu jika diketahui suka menangis? Ah, tidak… aku tidak akan pernah malu dengan itu. Karena aku seorang wanita…

~*~

Saat Allah menciptakan wanita, Dia membuat menjadi sangat penting.

Allah ciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya. Walaupun, bahu itu cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tidur.

Allah berikan wanita kekuatan untuk melahirkan seorang anak dari rahimnya. Dan sering kali pula menerima cerca daripada anaknya sendiri.

Allah berikan ketabahan yang membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah di saat semua orang berputus asa.

Wanita, Allah berikan kesabaran kepadanya, untuk merawat keluarganya walau letih, sakit, lelah namun tanpa berkeluh-kesah.

Allah berikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya, dalam situasi apa pun. Biarpun anak-anaknya kerap melukai perasaan dan hatinya.

Dia berikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa kegetiran dan menjadi pelindung baginya. Bukankah tulang rusuk suami yang melindungi setiap hati dan jantung wanita?

Allah kurniakan kepadanya kebijaksanaan untuk membolehkan orang lain menilai tentang peranan kepada suaminya. Seringkali pula kebijaksanaan itu menguji kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap saling melengkapi , menyayangi, dan menerima.

Dan akhirnya, Allah berikan kepada wanita airmata. Agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Allah berikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun dan dimanapun dia inginkan.

Meskipun sering dinilai sebagai simbol kelemahan dan ketidakberdayaan, namun ini adalah setetes air mata. Airmata kehidupan, yang menyimpan kekuatan luar biasa…

Aku bangga menjadi wanita ‘cengeng’… Boleh kan, aku bilang ini?

UNTUKMU, SUAMIKU...

Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh,


Suamiku, berapa jam sudah kita melangkah dari gerbang pernikahan yang engkau buka dengan kunci akad. Bahagia dan haru menjadi satu. Sungguh! Saat aku dengar kau ucapkan “Saya terima nikahnya…” itulah yang selama ini aku nanti dan rindui. Saat dimana aku menangis sekaligus tertawa. Suamiku! Ya, kini aku bisa menyebutmu suami. Bahkan ketika nanti aku ditanya “Dengan siapa?” maka aku bangga menjawab,“Dengan suami”.

Imamku yang dirahmati Allah, betapa aku mengerti bahwa pernikahan tidak hanya antara kau dan aku. Namun juga ada keluarga besar. Ada orang-orang baru yang kita belum tahu “bagaimana” mereka. Doa kesekian dari beberapa jam perjalanan bahtera kita, semoga kita dapat menerima dan diterima oleh keluarga baru ini. Semoga Allah memudahkan adaptasi ini.

Suamiku yang dimuliakan Allah, diwaktu yang lalu aku berada pada kegamangan yang dalam. Kesesatan dalam memilih untuk tidak memenuhi fitrahku, mengikuti sunnah rasulku. Takutku, akan tersiksa dengan rasa cemburu, rindu dan cinta. Takut karena yang dirasa menjadi kabur antara fitrah dan hiasan nafsu semata. Tapi, melarikan diri pada Tuhan ternyata begitu menentramkan. Dan aku mengerti, mencoba memahami.

Sayang, dua rakaat usai ijab qabul ini, ijinkanlah diri kita untuk menjalin keakraban dan kasih sayang. Ijinkan aku memperhatikanmu dan mendapat perhatian darimu supaya Allah memperhatikan kita dengan penuh rahmat. Ijinkan aku merengkuh mesra tanganmu, hingga berguguran dosa dari sela jemari kita. Ijinkan aku belajar menguntai cinta dengan mengenalmu lebih dalam. Mencintaimu setelah pernikahan kita, karena hari-hari kita akan panjang.

Rasanya takkan habis kata, semoga hingga labuh bahtera ini pada tujuanNya. Harapku, aku bisa menjadi pelipur duka, sahabat perjuangan, tempat berbagimu.
Suamiku yang kucintai karena Allah, bantulah aku meneladani keagungan Asiyah, kecerdasan iman Ummu Ismail, kemuliaan Ibunda Khadijah yang mampu membangunkan rasa percaya diri dan keyakinan suami, meneladani ketaqwaan Ibunda Aisyah, ketulusan Nailah yang melindungi suami hingga jari tangannya tertebas pedang pasukan pembangkang. Nailah 18 tahun yang tulus mencintai Ustman bin ‘Affan 81 tahun. Bantulah aku istrimu, untuk meneladani kesetiaan Ummu Usamah.

Suamiku yang dirahmati Allah, surat ini akumulasi dari segenap rasa rinduku padamu. Pada penantian panjang kala hati haus mereguk air telaga kasih sayang. Pada rasa yang tak seharusnya ada. Rasa iri pada mereka yang lebih dahulu mendapat barokah (semoga) pernikahannya.

Suamiku yang dirahmati Allah, betapa dulu aku rindu mencium tanganmu, meminum susu dari pinggir gelas yang sama, rindu bersimpuh memohon keikhlasanmu atas keadaanku sehingga Allah ridho kepadaku, rindu menatap teduh wajahmu, mengantarmu pada bunga tidur.

Suamiku, betapa dulu aku rindu membangunkanmu di sepertiga malam dengan kecupanku dan menyelesaikan sholat subuh bersama. Rindu menjadi tempatmu bermanja, bercerita atau hanya diam mendengar detak jam. Rindu merapikan anak-anak rambutmu, membiarkanmu terlelap dipangkuanku. Rindu… rindu merasakan benih-benih yang kau semaikan tumbuh, lalu kau rasakan gerakan kecilnya, rindu mengatakan “menantikan kelahiran si kecil”, rindu bahwa tubuh mungil itu hadir atas kuasa Allah SWT, melihatmu mengadzankannya di dadaku, rindu bahwa bibir kecil itu mencecap ASI, rindu bersama mendidik jundi kita… rindu itu semua.

Masih banyak kerinduan yang tak ingin aku ceritakan, sisanya biarlah tertoreh pada perjalanan kita mulai hari ini. Ingin kukatakan rindu pada setiap gerak baktiku padamu. Gerak yang penuh harapan “semoga mendapat barokah”.
Akhirnya suamiku, kusampaikan selamat datang nahkodaku. Bahtera ini engkaulah yang menjalankannya, bawalah kami (aku dan anak-anak kita) pada tepian hakiki, dan aku akan berusaha menjadi kelasi terbaik untukmu.

Semoga setiap putaran kemudinya adalah kebaikan. Setiap lajunya adalah keberkahan. Setiap angin yang berhembus adalah keridhoan. Semoga bahtera ini berlayar dengan ketaqwaan, kasih sayang, kesetiaan. Semoga tak ada enggan untuk mengkomunikasikan semuanya secara dialogis, sehingga ada keterbukaan dan kejujuran. Semoga ikatan kita dunia akhirat.
Suamiku, mari bersabar dan bersyukur …

Wassalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh.

Yang selalu ingin jatuh cinta padamu setiap waktu,
Istrimu


catatan seorang sahabat

Wanita Pemercik Api

“Janganlah menjadi wanita pemercik api”, kata seorang sahabat via YM beberapa waktu yang lalu setelah sebelumnya saya sempat menceritakan suatu peristiwa yang tidak mengenakkan. Suatu peristiwa yang saya yakin semua wanita tidak menginginkan itu terjadi pada dirinya.

“Ibarat mesin yang membutuhkan bensin dan pemercik api untuk bisa jalan. Perzinahan sebagai mesinnya, syahwat sebagai bensinnya dan wanita lah yang berperan sebagai pemercik api,” lanjutnya. Yah, mungkin betul juga yang dikatakan beliau. Mesin tidak akan jalan bila tak ada bensin dan pemercik api. Dengan kata lain, perzinahan tidak akan terjadi bila memang tidak ada percikan-percikan yang dapat menyulut syahwat hingga berkobar-kobar.

Mungkin hanya berawal dari seringnya bertegur sapa, bercakap-cakap berhadapan, hingga meningkatnya intensitas pertemuan yang terlalu akrab antara seorang wanita dengan lelaki ajnabi (dalam hal ini tidak ada kepentingan yg begitu urgent) secara tidak sadar telah membuka jalan kepada hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi lengkap sudah dengan ‘percikan-percikan’ yang ditimbulkan oleh si wanita yang tak pelak dapat menyulut gelora syahwat dari sang lelaki.

Begitulah kiranya yang terjadi di sekitar tempat tinggal penulis beberapa waktu lalu. Sungguh ‘memalukan’ dan sangat bertentangan dengan segala norma, lebih-lebih norma agama. Dalam hal ini, pergaulan ternyata tetap memegang peranan penting. Pergaulan dapat mendidik kita menjadi orang baik, atau sebaliknya..terjerumus dan terperosok dalam lembah kenistaan. Pergaulan yang terlalu bebas dan vulgar, tanpa kontrol dan filter tentu dapat menjadikan dunia ‘kiamat’ khususnya bagi para wanita. Dan apabila itu terjadi, pastilah hanya penyesalan mendalam yang membekas. Na’udzubillah.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, maka apabila keluar (dari rumah), syaithan akan menghiasinya.” (Dikeluarkan oleh Al Bazzar dan At Tirmidzi)
Syaithan akan menghiasinya dan menjadikan dia indah dalam pandangan mata para lelaki. Apalagi dengan keluarnya wanita tersebut disertai dengan semerbak harumnya minyak wangi kembang tujuh rupa dan penampilan yang memanjakan mata lawan jenis sehingga bukan tidak mungkin dapat menimbulkan desiran syahwat yang bukan pada tempatnya. Pada situasi seperti inilah tepatnya wanita disebut sebagai ‘pemercik api’. Yang dengan sengaja atau tanpa sengaja menghiasi dirinya dengan hal-hal yang membuat indah dan mempesona sehingga dapat menarik perhatian dari lawan jenis.

‘Semua perasaan condong padanya, perbuatan harampun terjadi karenanya. Mengundang terjadinya pembunuhan, permusuhanpun disebabkan karenanya. Sekurang-kurangnya ia sebagai insan yang disukai di dunia. Kerusakan mana yang lebih besar daripada ini?’ Begitulah Al Imam Al Mubarokfuri –rahimahullah- menjelaskan tentang bentuk bahaya fitnah wanita dalam Al Tuhfah Al Ahwadzi 8/53.

Allah berfirman: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita…” (Q.S. Ali Imran: 14).
Rasulullah memberikan peringatan dari fitnahnya sebagaimana yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim dari sahabat Abu Said Al Khudri, beliau bersabda: “Hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah wanita”.

Para wanita sebagai penyebab timbulnya fitnah bagi laki-laki seperti pernyataan Rasulullah diatas. Oleh karena itu hendaklah para wanita bertaqwa kepada Allah dengan menjaga dirinya dan menjaga kaum lelaki dari fitnah yang ditimbulkan karenanya.

Diantara yang dapat menimbulkan fitnah dari laki-laki terhadap wanita adalah bersolek berlebihan dan memakai wangi-wangian. Rasulullah bersabda: “Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian kemudian lewat di suatu kaum supaya mereka mendapatkan bau harumnya, maka ia telah berzina.” (HR Ahmad dari Sahabat Abu Musa Al Asy’ari). Bahkan dalam riwayat Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Rasulullah bersabda: “Wanita mana saja yang memakai bukhur (sejenis wangi-wangian) tidak diperkenankan untuk sholat Isya di malam hari bersama kami.”

Tidak diragukan lagi bahwa sholat berjamaah memiliki keutamaan 27 derajat atas sholat sendirian. Walau demikian Rasulullah melarang para wanita untuk sholat Isya jika memakai wangi-wangian, menjaga supaya tidak terjadi fitnah.

Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya fitnah hendaknya segera dihindari. Salah satu jalan lain yang dapat membuka peluang syaithan adalah menyendiri/berdua-duaan dengan lawan jenis (berkhalwat). Para wanita dilarang untuk berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya. Rasulullah bersabda : “Tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat (menyendiri, berduaan) dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya.” (HR Muttafaq alaihi dari Sahabat Ibnu Abbas).
Dalam sabda yang lain : “Tidaklah seorang laki-laki berkholwat dengan seorang perempuan, melainkan ada pihak ketiga yang menyertai mereka, yaitu syaitan” (H.R. At Tirmidziy dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Maka wajib atas kaum wanita menjaga kehormatannya, dan janganlah membalas nikmat Allah dengan kekufuran. Kita sebagai umat Muhammad yang hidup pada jaman modern dan globalisasi seperti sekarang ini, seolah-olah sangat sulit untuk tidak ikut terjerumus dalam pola kehidupan yang cenderung menjauh dari norma-norma agama dan ketetapan Allah. Terlihat dari segala tingkah polah orang-orang menggandrungi sesuatu yang dianggap trend masa kini. Dan tidak jarang yang disebut trend itu adalah melenceng jauh dari syari’at islam. Sebagai contoh para wanita telah rela melepas identitas dirinya sebagai seorang muslimah dengan menanggalkan jilbab dan beralih ke model pakaian yang setengah jadi. Mini, ketat, dan tipis. Yang sama sekali bukan pakaian layak pakai teruntuk seorang wanita muslimah yang menjaga iffah (kehormatan, harga diri).

Maka dari itu, tidak sepantasnya wanita melepas tabir iffah-nya kemudian memperlihatkan pesona dan aurat hanya untuk dapat menarik perhatian para lelaki ajnabi, yang akhirnya dapat menyeret mereka ke dalam hal-hal yang dimurkai Allah. Jagalah dirimu, janganlah menjadi ‘wanita pemercik api’ apabila memang tidak mau terbakar dalam lembah kekufuran dan terperosok jauh dari rahmat serta hidayah Allah.