y

Ikhwan dan Akhwat Sejati...

Seorang remaja pria bertanya pada ibunya:
Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati....
Sang Ibu tersenyum dan menjawab....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang di sekitarnya....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati di tempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tetapi komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia mengahdapi lika-liku kehidupan....

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca Al-Quran, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca....

....setelah itu, ia kembali bertanya....
"Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu?"

Sang Ibu memberinya buku dan berkata....
"Pelajari tentang dia...."

Ia pun mengambil buku itu
"MUHAMMAD", judul buku yang tertulis di buku itu


AKHWAT SEJATI

Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya, “Ayah ceritakan padaku tentang akhwat sejati?”

Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum.
Anakku…

Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya. Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya.

Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan tetapi dari, keikhlasan ia memberikan kebaikan itu.

Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.

Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara.

Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya. “Lantas apa lagi Ayah?” sahut putrinya.

Ketahuilah putriku…
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.

Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.

Dan ingatlah…
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauhmana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul. Setelah itu sang anak kembali bertanya,

“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, Ayah?” Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, “Pelajarilah mereka!”

Sang anakpun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan “ISTRI RASULULLAH”.


sumber disini

Bermimpi ke Surga

Aku bermimpi suatu hari, aku pergi ke surga dan seorang malaikat menemaniku serta menunjukkan keadaan di surga.
Kami berjalan memasuki suatu ruang kerja yang penuh dengan para malaikat. Malaikat yang mengantarkan berhenti di depan ruang kerja pertama dan berkata, “Ini adalah Seksi Penerimaan. Disini, semua permintaan yang ditujukan pada Allah, diterima.”

Aku melihat-lihat sekeliling tempat ini dan aku dapati tempat ini begitu sibuk dengan banyaknya malaikat yang memilah-memilah seluruh permohonan yang tertulis pada kertas dari manusia di seluruh dunia.
Kemudian, aku dan malaikat yang menemaniku berjalan lagi melalui koridor yang panjang. Lalu sampailah kami pada ruang kerja kedua.

Malaikat-ku berkata, “Ini adalah Seksi Pengepakan dan Pengiriman. Disini, kemuliaan dan rahmat yang diminta manusia diproses dan dikirim ke manusia-manusia yang masih hidup yang memintanya.”

Aku perhatikan lagi betapa sibukya ruang kerja itu. Ada banyak malaikat yang bekerja begitu keras karena ada begitu banyak permohonan yang dimintakan dan sedang dipaketkan untuk dikirim ke bumi.
Kami melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai pada ujung terjauh koridor panjang tersebut dan berhenti pada sebuah pintu ruang kerja yang sangat kecil. Yang mengejutkanku, hanya ada satu malaikat yang duduk disana… hampir tidak melakukan aktivitas apapun.

“Ini adalah Seksi Pernyataan Terima Kasih,” kata malaikat-ku pelan. Dia tampak malu.

“Bagaimana ini? Mengapa hampir tidak ada pekerjaan disini? Sedangkan para malaikat yang kita temui sebelumnya nampak sangat sibuk dengan tugasnya masing-masing!” kataku.

“Menyedihkan,” malaikat-ku menghela napas.
“Setelah manusia menerima rahmat yang mereka minta, sangat sedikit manusia yang mengirimkan pernyataan terimakasih!”

Aku hanya terdiam sambil menatap ruang kerja itu.
“Lalu, bagaimana manusia menyatakan terimakasih atas rahmat Tuhan?” tanyaku.

“Sederhana saja!” jawab malaikat.
“Cukup berkata ALHAMDULILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN. Terimakasih Tuhan!”

“Lalu rahmat apa saja yang perlu kita syukuri?” tanyaku.

Malaikat-ku menjawab, “Jika engkau mempunyai makanan di lemari es, pakaian yang menutup tubuhmu, atap diatas kepalamu dan tempat untuk tidur, maka engkau lebih kaya dari 75% penduduk di dunia ini!

“Jika engkau memiliki uang di bank, di dompetmu, dan uang-uang receh, maka engkau berada diantara 8% kesejahteraan dunia.

“Dan jika engkau mendapatkan pesan ini di komputermu, engkau adalah bagian dari 1% orang di dunia yang memiliki kesempatan itu.

“Juga, jika engkau bangun pagi ini dengan lebih banyak kesehatan daripada kesakitan… engkau lebih dirahmati daripada begitu banyak orang di dunia ini yang tidak dapat bertahan hidup hingga hari ini.

“Jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam perang, kesepian dalam penjara, kesengsaraan penyiksaan, atau kelaparan yang amat sangat… maka, engkau lebih beruntung dari 700 juta orang di dunia.

“Jika… engkau dapat menghadiri masjid atau pertemuan religius tanpa ada ketakutan akan penyerangan, penangkapan, penyiksaan, atau kematian…
Maka, engkau lebih dirahmati daripada 3 milyar orang di dunia.

“Jika orangtuamu masih hidup dan masih berada dalam ikatan pernikahan… Maka, engkau termasuk orang yang sangat jarang.

“Jika engkau dapat menegakkan kepala dan tersenyum, maka engkau bukanlah seperti orang kebanyakan, engkau unik dibandingkan semua mereka yang berada dalam keraguan dan keputusasaan.

“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu menyatakan bahwa; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambahkan lebih banyak nikmat kepadamu’ “ (QS. Ibrahim (14) : 7)

=================================================
Ditujukan kepada :
Departemen Pernyataan Terima Kasih :
“Terimakasih, Allah! Terimakasih Allah, atas anugerah-Mu berupa kemampuan untuk menerjemahkan dan membagi pesan ini, dan memberikan aku begitu banyak teman yang istimewa untuk saling berbagi.”


suatu pagi, di Al-Fadhilah

Wanita....

Ketika TUHAN Menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya ”Mengapa begitu lama TUHAN?"

TUHAN menjawab “Sudahkah engkau lihat semua detail yg AKU buat untuk menciptakan mereka?”
Dua tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian, yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Mampu menjaga banyak anak saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan. ..dan semua dilakukannya dengan dua tangan ini."

Malaikat itu takjub..” Hanya dengan dua tangan?…impossible!!”

“Oh…Tidak!! AKU akan menyelesaikan ciptaan HARI INI, karena ini adalah ciptaan favoritKU. Oh ya…dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan bisa bekerja selama 18 jam sehari.”

Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita ciptaan TUHAN itu.
“Tapi ENGKAU membuatnya begitu lembut TUHAN?”

“Yah…AKU membuatnya begitu lembut, tapi engkau belum bisa bayangkan kekuatan yang AKU berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa!”

“Dia bisa berpikir?” tanya malaikat.

TUHAN menjawab: ” Tak hanya berpikir, dia mampu bernegosiasi.”

Malaikat itu menyentuh dagunya. . .
” TUHAN, ENGKAU buat ciptaan ini kelihatannya lelah dan rapuh! Seolah terlalu banyak beban baginya.”

” Itu bukan lelah atau rapuh….itu AIR MATA”.

“Untuk apa?” tanya malaikat.

Tuhan melanjukan,” AIR MATA adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, CINTA, kesepian, penderitaan dan kebahagian”

“ENGKAU memikirkan segala sesuatunya. Wanita ciptaanMU ini akan sungguh menakjubkan!”

“Ya Mesti. . . ! Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona bagi laki-laki. Dia dapat mengatasi beban, bahkan laki-laki sekalipun. Dia mampu menyimpan kebahagian dan pendapatnya sendiri.
Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit.
Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, terharu saat tertawa, bahkan tertawa saat ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya.
Dia tidak menolak kalau melihat yang lebih baik.
Dia menerjunkan dirinya untuk keluarganya.
Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat.
- CINTANYA TANPA SYARAT –

Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang.
Dia girang dan bersorak saat melihat temannya tertawa.
Dia begitu bahagia mendengar kelahiran.
Hatinya begitu sedih saat mendengar berita sakit dan kematian,
Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup,
Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.
Hanya Satu Kekurangan dari Wanita!!

“Apa itu wahai TUHAN-ku?”

"-DIA LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA-"

suatu siang, di Al-Falah

Balada Kisah Uang 1000 dan 100.000

Konon, uang seribu dan seratus ribu memiliki asal-usul yang sama tapi mengalami nasib yang berbeda. Keduanya sama-sama dicetak di PERURI dengan bahan dan alat-alat yang oke. Pertama kali keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu sama-sama bagus, berkilau, bersih, harum dan menarik. Namun tiga bulan setelah keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu bertemu kembali di dompet seseorang dalam kondisi yang berbeda.

Uang seratus ribu berkata pada uang seribu :"Ya, ampyyyuunnnn. ......... darimana saja kamu, kawan? Baru tiga bulan kita berpisah, koq kamu udah lusuh banget? Kumal, kotor, lecet dan..... bau! Padahal waktu kita sama-sama keluar dari PERURI, kita sama-sama keren kan ..... Ada dapa denganmu?"

Uang seribu menatap uang seratus ribu yang masih keren dengan perasaan nelangsa. Sambil mengenang perjalanannya, uang seribu berkata : "Ya, beginilah nasibku, kawan. Sejak kita keluar dari PERURI, hanya tiga hari saya berada di dompet yang bersih dan bagus. Hari berikutnya saya sudah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang sayur, saya beralih ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh dengan darah dan kotoran ayam. Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen, dari pengamen sebentar aku nyaman di laci tukang warteg. Dari laci tukang warteg saya berpindah ke kantong tukang nasi uduk. Begitulah perjalananku dari hari ke hari. Itu makanya saya bau, kumal, lusuh, karena sering dilipat-lipat, digulung-gulung, diremas-remas. ......."

Uang seratus ribu mendengarkan dengan prihatin. "Wah, sedih sekali perjalananmu, kawan! Berbeda sekali dengan pengalamanku. Kalau aku ya, sejak kita keluar dari PERURI itu, aku disimpan di dompet kulit yang bagus dan harum. Setelah itu aku pindah ke dompet seorang wanita cantik. Hmmm... dompetnya harum sekali. Setelah dari sana, aku lalu berpindah-pindah, kadang-kadang aku ada di hotel berbintang 5, masuk ke restoran mewah, ke showroom mobil mewah, di tempat arisan Ibu-ibu pejabat, dan di tas selebritis. Pokoknya aku selalu berada di tempat yang bagus. Jarang deh aku di tempat yang kamu ceritakan itu. Dan...... aku jarang lho ketemu sama teman-temanmu. "

Uang seribu terdiam sejenak. Dia menarik nafas lega, katanya : "Ya. Nasib kita memang berbeda. Kamu selalu berada di tempat yang nyaman. Tapi ada satu hal yang selalu membuat saya senang dan bangga daripada kamu!"

"Apa itu?" uang seratus ribu penasaran.

"Aku sering bertemu teman-temanku di kotak-kotak amal di mesjid atau di tempat-tempat ibadah lain. Hampir setiap minggu aku mampir di tempat-tempat itu. Jarang banget tuh aku melihat kamu disana....."

Bagaimana dengan kita..???

Malam Pertama bersama Bidadari Surgaku

Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru.

Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.

Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama 'buntelan karung hitam' itu ....?!?" Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut 'buntelan karung hitam'.

"Kamu sudah kena pelet barangkali Ilham. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.

"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.

"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah Ilham. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!"

DEGG !!!!
****

"Ilham.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.

"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi Ismail memberi semangat padaku.

"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai !"

Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.

"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."
****

Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama. Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.

"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.

"Nanti saja dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.

Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya. Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.

"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka,"

... Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak."
(QS An-Nisa:19)

Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.

"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."

Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.

"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.

"Tidak...De'. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil menggenggam erat tangannya.
****

Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do'a kubentangkan pada Nya.

"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"

Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya.

"...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah ..."
(QS. al-Baqarah:165)


Sumber : disini dengan sedikit penyesuaian

Dan Akupun Patah Hati

Hembusan angin membelai setiap helai dedaunan yang mulai samar ditelan kegelapan malam. Semburat siluet senja masih terpancar di sudut kaki langit sebelah barat. Bintang gemintang telah siap menggantikan pancaran dari sang surya yang telah seharian teriknya menyengat apa saja yang terhampar di tanah bumi. Satu bintang, dua bintang, dan banyak bintang yang lain bermunculan seakan berlomba dan berkata bahwa, “akulah yang paling terang”. Sebentuk dewi malam menambah indah pesona malam nan syahdu. Tidak bulat penuh, namun seakan senyumnya diantara gemerlip bintang-bintang yang menggantung tidak seindah senyumku malam itu.

Kusandarkan tubuhku diatas kursi rotan didepan meja samping tempat tidurku sambil terus menatap indahnya pesona temaram melalui jendela kaca. Sambil melemaskan otot-otot yang telah lelah beraktifitas seharian. Kini giliran tubuhku beristirahat.

Akhir-akhir ini, sering dalam sujud-sujudku maupun dalam untaian doa terselip sebuah nama. Nama yang aku mengharap kepada Rabbku untuk dapat menjadikannya sebagai pembimbing dalam langkahku, teman sejati dalam hidupku, pelipur lara dalam setiap keluh kesahku.
Akupun bingung, bukan ini yang dulu kuminta setiapkali aku berdo’a. Sama sekali bukan. Dulu yang aku pinta hanyalah nilai bagus pada setiap ulangan di sekolah, kupinta agar disetiap liburan sekolahku selalu menyenangkan. Kupinta pada Allah supaya menjadikan aku anak yang shalihah dan dapat membahagiakan orangtuaku.. Itu saja.
Namun, kenapa serta merta do’aku menjadi berbeda? Akupun tak tahu. Sudah pantaskah aku memohon seperti itu, sudah siapkah aku untuk melangkah ke kehidupanku yang lebih jauh. Hanyalah Allah Yang Maha Tahu…

Hingga suatu kali aku mengetahui bahwa seseorang yang selalu menggangguku itu telah merajut indah dengan bunga lain. Yang mungkin jauh lebih pantas dia petik daripada hanya sekedar seorang hamba yang bermandikan kekurangan dan kelemahan. Yah, lebih pantas…

Pintaku dalam setiap sujud panjangku, serta dalam untaian do’aku…
‘Tunjukkanlah hamba jalan lurus-Mu Ya Rabb…agar senantiasa aku dapat menggapai ridha-Mu,
Jadikanlah aku seorang yang sedikit dapat menyenangkan kedua orangtuaku Ya Rabb, yang dari dulu hingga detik ini mereka telah selalu menyenangkanku…’

Dan do’a-do’a yang lain…
Yang tak ada lagi sebuah nama terselip didalamnya,
Entahlah, mungkin ini yang dikata banyak orang ,”Lebih baik sakit gigi, daripada hatinya yang sakit karena patah hati…”
Sering aku menyepelekan kata-kata itu, mungkin karena aku tidak pernah mengalaminya.
Namun, saat ini…detik ini…
Sepertinya, penyakit itu tengah menimpaku…

"Ranting dahan yang rapuh pun, mulai patah..."

Antara Piala dan Seekor Kambing

Bismillah…

Sahabat, kemarin tanggal 4-5 Juli TPA kami mengikuti Festival Anak Shalih yang diadakan di Ponpes Al-Hikmah. Tanggal 4 yang melelahkan. Saya yang notabene satu-satunya pembimbing yang mendampingi mereka lomba, harus wara-wiri kesana kemari untuk mengurus semuanya. Ditemani dengan seorang teman yang umurnya empat tahun lebih muda kami menyelesaikan semuanya. Dari mulai daftar ulang, memasang kartu tanda peserta, mencari lokasi lomba, hingga menunggui mereka sampai selesai lomba. Padahal, 2 hari sebelumnya saya terserang demam. Tapi alhamdulillah, sudah diberi kesembuhan sehingga bisa mendampingi adik-adik tercinta.
Pas acara lomba sudah dimulai, saya dan teman saya itu sedikit bisa beristirahat. Kami memilih menyaksikan lomba nasyid yang digelar di panggung utama. Karna keasyikan, kami sampai lupa tidak mengecek para santri yang lomba di ruangan masing-masing. Ketika kami beranjak, eh..mereka sudah berhamburan di sekitar areal perlombaan untuk menghabiskan berlembar-lembar uang yang ada ditangannya. Maklum, banyak pedagang disitu. Ada es krim, bakso, makanan kecil, sampai pedagang mainan berderet disekitar. Saya sempat bermaksud membeli sebuah es krim, namun saat melihat dompet dan disana hanya ada selembar uang seratus ribuan (uang anggaran) dan beberapa uang receh, maka kuurungkan saja niat itu. “Kenapa ngga bawa uang kecil ya tadi?” pikirku. Ya sudahlah, gagal membeli es krim.

Mataharipun sudah semakin tinggi. Semua aktivitas di ponpes al-hikmah yang mendadak menjadi lautan manusia itupun perlahan mulai sepi. Kami juga telah menyelesaikan semua lomba yang diikuti. Akhirnya, kamipun pulang. Berharap besok ada keajaiban sehingga dapat meraih juara.

Minggu, tanggal 5 Juli. Ponpes al-hikmah kembali menyemut. Kami semua disuguhi berbagai pertunjukan diatas panggung. Dongeng, drama, nasyid dan lain-lain. Acara yang ditunggu-tunggupun dimulai. Pengumuman pemenang lomba. Yah, kami tidak seberuntung mereka yang banyak menyabet juara. Hanya lomba menggambarlah yang dapat kami raih. Juara pertama. Alhamdulillah, daripada tidak meraih juara sama sekali. Ya nggak? Berbagai doorprize-pun dibagi. Semua hampir dapat, yaa kecuali kami para pembimbing tentunya. Masa iya saya mau membawa doorprize yang kebanyakan boneka, atau apalah yang pada umumnya digunakan oleh anak-anak.
Kembali, matahari sudah mulai tinggi. Ada beberapa jama’ah yang mulai meninggalkan lokasi. Tapi kami tetap setia, sebelum acara ditutup maka belum akan beranjak. Jama’ah kami juga mendapat sebuah jam dinding. Tapi jam itu sekarang masih dirumah saya, belum dipasang di masjid. Belum sempet beli baterai, he..he…

Dan ternyata, ada doorprize utama. Apa itu? Televisi? Bukan, motor mungkin? Bukan juga. Apa dong, yaa…doorprizenya adalah seekor kambing. Haa? Kambing? Iya…seekor kambing betina, yang didandanin sedemikian rupa, dipakein baju pink…dikasih pita sana-sini… wuh, jadi aneh. Kami semua hanya bisa tertawa ketika melihat wujudnya saat itu. Belum sadar, bahwa kelak kambing itu akan menjadi bagian dari cerita-cerita dalam perjalanan TPA kami.

Saya pikir untuk mendapatkan seekor kambing itu akan diundi. Eh, ternyata diberi pertanyaan saja. Karena jama’ah yang tersisa tidak sebanyak tadi, maka dengan mudah jama’ah semua menjawab dengan mengacungkan jari.

Pertanyaan pertama dari sang master of ceremony adalah surat apakah dan ayat keberapakah wahyu terakhir yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW? Ada yang bisa jawab, ada yang tidak. Namun, ketika ada yang maju pertanyaan dianggap gugur karena ada beberapa jama’ah yang nyeletuk menyebutkan jawaban. Jadi, tidak sah. Pertanyaanpun diulang…
Untuk pertanyaan kedua, ketiga, dan seterusnya…(saya lupa) hampir semua tidak bisa menjawab. Kemudian pertanyaan diganti, suasana hening seketika.
“Apa salah satu rukun haji yang sebagai symbol Siti Hajar berlari-lari mencari air untuk anaknya Ismail di antara dua bukit?”
Bisik-bisikpun terjadi, saya memberi isyarat kepada seorang santri untuk maju. Dia maju, lalu menjawab, “Sa’i!!” dia mendapat jawaban itu dari saya ketika membisikinya. Namun, beberapa jama’ah lain kembali nyeletuk dan akhirnya pertanyaan dianggap gugur dan harus diulang dengan pertanyaan berbeda. Huh... kami sempat sudah merasa senang akan membawa seekor kambing pulang. Pertanyaan yang lain dilontarkan oleh master of ceremony…
“Apakah nama masjid di palestina yang selalu dirong-rong oleh…” pertanyaan belum selesai, namun saya telah membisiki sebuah jawaban ke telinga salah seorang santri. Dan benar, diapun segera berdiri, mengacungkan tangan dan lantang menjawab, “Masjidil Aqsa!!”
Semua hening, sang MC bertanya kepada temannya, “Bagaimana Mas?” dan si Mas yang ditanya menjawab enteng, “Ya kalau memang benar, kambing untuk Anda!” (wah, bahasanya serasa nggak enak ya…)
Sorak soraipun menggemuruh. Saya yang tadinya ikut seneng mendadak jadi ilfeel ketika ngebayangin harus nuntun tuh kambing sepanjang jalan. Seekor kambing yang dibedakin, didandanin, dipakein baju pink bertuliskan FAS XI (Festival Anak Shalih ke XI) :D

Dan benar saja, sepanjang jalan kami (bukan saya lho…) menuntun kambing itu. Dan parahnya setiap dia (kambing) melihat rumput segar, berhenti untuk mencicipi. Daripada terus ditarik talinya nanti malah mati, akhirnya kami mengalah untuk ikut menungguinya selesai makan. Dan para santri kamipun menjadi heboh sendiri gitu…
Jangan dibayangkan jalanan sepi ya… Mulai dari dalam kompleks, gerbang keluar kompleks Pondok hingga sepanjang jalan pulang masih penuh orang. Dan serasa semua mata tertuju pada kami. Wih, jadi gimanaaa…gitu. Tapi, biarinlah. Tidak dapat juara dan memboyong piala penghargaan, tapi kami malah mendapat rezeki yang lain. Lebih mahal malah daripada sebuah piala kalau dijual…he.he.. ya to?

Nah, sekarang sang kambing berada di tempat saya. Dan tadi pagi, kerjaan saya bertambah. Pergi ke kebun belakang rumah mencari sekedar untuk sarapan si kambing. Walah, yang orang aja belum sarapan…dianya malah sudah minta sarapan. Biarinlah, semoga dapat bermanfaat bagi kami dan bagi semuanya ya…
Kambing, selamat datang dalam cerita perjalanan TPA AT-TAQWA…. ^__^

Catatan di Penghujung Juni

Kutatap sebatang pohon mangga di samping rumahku. Dulu, pohon itu tidak lebih tinggi dariku. Namun semakin lama seiring berjalannya waktu dia terus tumbuh hingga ada beberapa ranting yang akupun tak sanggup menggapainya. Bila sedang berbuah, pohon itu menghasilkan buah yang lebat dan manis. Mungkin karena lebatnya, tangkai-tangkai pohon itu merunduk… seolah ingin memudahkan kami untuk menggapai dan memetiknya, dan menikmatinya.

Namun bila musim kemarau menyapa, membayangkan buah yang menggantung disetiap tangkainyapun serasa tak mungkin. Daun-daun mulai mengering hingga berguguran dibuai angin. Ranting batang ada beberapa yang mulai berubah warna kecokelatan, hingga akhirnya rapuh dan patah. Apakah keadaan macam ini akan terus berlanjut?
Kurasa tidak. Ketika bulir-bulir bening yang tercurah dari langit bagaikan mampu membangunkan sang pohon yang telah sekarat dan hampir mati. Kembali dapat kulihat daun-daun yang lebar dan menghijau. Ranting yang kekar dan terus menjalar. Hingga akhirnya muncul putik-putik bunga yang kelak akan menyajikan buah yang ranum nan lezat.

Waktu,
Hanya waktulah yang dapat mengubah segalanya layaknya pohon yang hijau menjadi kering, hingga menjelma menjadi pohon yang segar hijau kembali.
Begitu pula denganku, waktulah yang merubahku. Namun, apakah aku telah berubah kearah yang lebih baik? Apakah aku telah dapat menyajikan buah hasil dari perjalanan waktuku? Tidaklah perlu bagi orang lain, bagi diriku sendiri saja…rasanya belum maksimal.

Tuhan, yang pertama kali…aku mensyukuri nikmat waktu yang telah Engkau berikan hingga detik ini…detik ini. Sehingga aku masih dapat menghirup segarnya udara pagi, menatap sinar mentari, dan selalu berharap bisa bangkit kembali. Menatap masa jauh kedepan, meninggalkan masa yang telah lalu yang hanya dipenuhi sia dan nafsu.
Sungguh, aku ingin melupakan masa-masa yang pernah kulalui hanya dengan renyah tawa tanpa mengingat-Mu. Masa-masa yang hanya penuh omong kosong tanpa menyebut asma dan mengagungkan-Mu. Masa dimana aku terbuai terlena tanpa sadar akan kewajibanku untuk menyembah-Mu. Ingin rasanya kumulai waktuku dari nol. Nol besar, dan melaluinya dengan bibir basah penuh dzikir, hati tentram penuh kasih-Mu, pikiran tenang selalu mengingat-Mu. Tapi, bisakah…

Tuhan, kiranya Kau masih sudi memberiku sedikit waktu saja untuk memperbaiki segala kelakuanku dulu. Kiranya Kau masih sudi membukakan Baabut Taubah untukku. Kau masih percayakan waktu ini untukku, hingga hari ini..detik ini. Umurpun semakin merangkak…dan aku juga harus merangkak untuk menuju ridha-Mu. Gapailah tanganku Tuhan, hingga aku tak akan terjatuh lagi…
Berkahilah setiap detik waktu yang kulalui, agar aku tidak menjadi insan bodoh yang mudah menyiakan masa dan kesempatan. Agar pula aku dapat bermanfaat bagi orang lain, pun untuk diriku sendiri.
Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kekhilafanku. Kuharapkan maghfiroh dari-Mu.
Bimbing diri ini menuju cinta kasih, rahmat serta ampunan-Mu.
Karena hanya dengan itulah, aku bisa hidup…

Saat-saat Indah


Terkadang ada saat-saat dalam hidup ketika engkau merindukan seseorang begitu dalam, hingga engkau ingin mengambilnya dari angan-anganmu, lalu memeluknya erat-erat!

Ketika pintu kebahagiaan telah tertutup, dan pintu yang lain terbuka; seringkali kita memandang terlalu lama pada pintu yang tertutup hingga kita tidak melihat pada pintu yang lain,
yang telah terbuka bagi kita.

Jangan percaya penglihatan; penglihatan dapat menipu.
Jangan percaya kekayaan; kekayaan dapat sirna.
Percayalah pada Dia yang dapat membuatmu tersenyum.
Sebab, hanya senyumlah yang dibutuhkan untuk merubah hari gelap menjadi terang.
Carilah Dia, yang membuat hatimu tersenyum.

Angankan apa yang engkau ingin angankan;
Pergilah kemana engkau ingin pergi;
Jadilah seperti yang engkau kehendaki,
Sebab, hidup hanya satu kali dan engkau hanya memiliki satu kesempatan untuk melakukan segala hal yang engkau ingin lakukan!

Semoga engkau punya cukup kebahagiaan
untuk membuatmu tersenyum,
Cukup pencobaan untuk membuatmu kuat,
Cukup penderitaan untuk tetap menjadikanmu manusiawi,
Dan cukup pengharapan untuk menjadikanmu bahagia.

Mereka yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki yang terbaik dari segala sesuatu.
Mereka hanya mengoptimalkan segala sesuatu yang datang dalam perjalanan hidup mereka.
Masa depan yang paling gemilang akan selalu dapat diraih dengan melupakan masa lalu yang kelabu!
Engkau tidak akan dapat maju dalam hidup hingga engkau melepaskan segala kegagalan dan sakit hatimu.

Ketika engkau dilahirkan,
engkau menangis sementara semua orang di sekelilingmu tersenyum.
Jalani hidupmu sedemikian rupa,
hingga pada akhirnya engkaulah satu-satunya yang tersenyum sementara semua orang di sekelilingmu menangis.

Jangan hitung tahun-tahun yang lewat,
hitunglah saat-saat yang indah.
Hidup tidak diukur dengan banyaknya napas yang kita hirup,
Melainkan dengan saat-saat dimana kita menarik napas bahagia...


dari seorang teman

Sebuah Cerpen

Selama beberapa hari ini sedikit sibuk dengan persiapan FAS jadi bingung banget mau posting apa. Kebetulan salah satu cabang lomba ada Lomba Kreasi Mading dengan tema Save Palestine. Jadi mau ngga mau surfing sana sini buat cari bahan mading tentang Palestina. Wah, jadinya ngga kreatif nih. Bahannya aja nyari di internet. Bukan gitu, masalahnya ini yang dilombakan Kreasi Menata/Menghias/Mempercantik Mading. Jadi kesimpulannya bahan-bahannya (tulisan/isi mading) ngga murni bikinan sendiri ngga papa kan?!

Cerita sedikit yah..
Jadi gini, seluruh bahan jadi yaitu tripleks ukuran 75x100cm dan segala bahan-bahan jadi yang lain dibawa dari rumah. Nah, disana nanti tinggal merangkainya saja. Disediakan waktu dua setengah jam. Lumayan..
Dari sekarang udah prepare dengan background bendera palestine yang dibikin berbentuk oval gitu. Karena udah pusing dan males bikin bahan tulisan akhirnya cari di internet aja. Sah dong..
O iya, pas lagi surfing kebetulan menemukan sebuah cerpen Palestina yang bagus banget. Saya sampai lupa sumbernya. Tapi sepertinya sudah tersebar, karena ya memang suruh nyebarin tuh cerpen. Yah, itung-itung saya juga ikut nyebarin karena cerpen tsb insyaalllah ikut dipasang di mading.
Penasaran mau baca cerpennya, ini dia saya post di blog! Dibaca ya...
Insya Allah memberi manfaat! (^_^)


"AKU TAMENG UNTUK AYAHKU"

Ayahku seorang tukang jahit cukup ternama di kampung ini. Beliau sangat bersahaja dan sangat ramah kepada setiap orang yang ditemuinya, baik yang dikenalnya atau pun tidak. Kesehariannya, ayah selalu menghabiskan waktunya di sebuah kios kecil tepat di depan pintu rumah kami untuk menjahit baju pesanan langganannya. Apabila order lagi sepi ayah mencari order keliling dengan
menggunakan sepeda, sehingga ayah dikenal juga sebagai tukang jahit keliling oleh warga setempat.

Rumah kami berada di Kampung Zaitun. Rumah yang sebagian besar dindingnya tanpa
plesteran semen itu, lebih mirip sebuah kotak pembungkus televisi raksasa. Hanya ada sebuah pintu masuk, satu buah jendela tepat di samping pintu dan satu buah lagi jendela kamar. Tidak ada pintu belakang, karena persis di belakang rumah kami berdiri juga rumah-rumah warga lain yang tidak kalah kumuhnya dengan rumah yang kami tempati. Kondisi rumah-rumah sangat rapat.

Kios tempat ayah berkerja untuk menjahit adalah ruang tamu yang telah disekat
menjadi dua bagian. Sekatan yang agak besar menjadi tempat ayah bekerja, menjahit baju pesanan langganannya. Di pojok ruang itu terdapat lemari kaca untuk menggantung pakaian pelanggannya yang sudah selesai ia jahit. Sekatan yang lebih kecil menjadi ruang tamu keluarga kami.

Udara di luar rumah sekarang ini sangat panas. Hawa panas sampai menusuk ubun-ubun kepalaku. Iklim di tanah Palestina memang berubah-ubah, antara iklim laut tengah dan iklim gurun. Kendati demikian pada masa-masa tertentu iklim gurun pasir juga mempengaruhi iklim keseluruhan. Sehingga pada malam hari udara sangat dingin.

Kampung Zaitun berada di Jalur Gaza. Ada beberapa kota yang berada di Jalur Gaza, di Gaza utara ada kota Beit Hanoun dan Beit Lahiya, di bagian Timur Jalur Gaza juga banyak perkampungan.
Karena kampung kami berbatasan langsung dengan Negara Yahudi, Israel, kondisinya sangat menakutkan dan berbahaya. Peristiwa memilukan sering kami saksikan dengan mata kepala. Beberapa ruas jalan utama setiap hari diblokade oleh Pasukan Israel dengan persenjataan lengkap.
Mereka sering bentrok dengan orang-orang dewasa atau pun anak-anak tanggung Palestina, bahkan dengan anak kecil seusiaku, bentrokan sering memakan korban jiwa.
***

Sebagian besar teman-teman seusiaku sudah tidak mempunyai orang tua, ayah atau
ibu mereka tewas akibat kekejaman tentara Israel. Yaitu yang orangtuanya
tergabung dalam kelompok-kelompok mujahidin penentang Israel. Maka itu, aku sangat sayang dan hormat kepada ayah. Beliau tidak banyak berbicara tetapi dari caranya bersikap, aku tahu ia sangat sayang dan selalu melindungi kami. Ibuku, aku dan adikku.

Namaku Jamal, Jamal Ahmad Fayyad. Usiaku sekarang baru 7 tahun. Adikku Fatimah
Shafiyah. Ayahku sering dipanggil orang-orang Mister Tailor, nama profesinya. Nama ayah sebenarnya adalah Mohammad Al Fayyad. Ibuku bernama Siti Aisyah.

Sering aku membayangkan hidup tanpa seorang ayah, aku paling sedih apabila
mendengar cerita tentang teman-temanku yang kehilangan ayahnya karena pertempuran dengan pasukan Israel. Sebagian besar orang dewasa dan remaja memilih bergabung dengan militer Hamas yang menguasai seluruh Jalur Gaza.

Hari ini rasanya malas sekali untuk bermain di luar rumah, biasanya menjelang siang setelah pulang sekolah, aku pasti bermain dengan Abbas, Ali, Salam dan Yunus. Kami bermainan layang-layang atau perang-perangan dekat tembok pembatas. Kali ini aku memilih tinggal di rumah, sambil melihat ayah yang asyik sendiri dengan mesin jahitnya. Ibu di kamar mengipasi Fatimah yang tidur kepanasan.

”Jamal, coba kamu ke sini sebentar” ayah memanggilku.

”Ada apa yah?” tanyaku.

”Temani ayah ke pasar,” katanya sambil merapikan sisa-sisa potongan kain dan menggulung benang yang tidak terpakai.

”Asyik, nanti beliin Jamal mainan yah,” aku berseru kegirangan. Biasanya kalau ke pasar aku minta dibelikan mainan.

”Kan mainanmu masih banyak,” balas ayah memandangku.

Aku menunduk. Benar juga, mainanku banyak. Semua mainan disimpan dengan amat rapi oleh ibu dalam sebuah kotak kayu besar.
Selesai sholat Dzhuhur, kami sudah bersiap. Ayah mengambil sehelai Kafiyeh (sorban) dan dilingkarkan di kepalanya, mirip ulama’-ulama’ tersohor di dunia.

”Ayo kita jalan sekarang,” ayah langsung memegang tanganku. Ibu mengantarkan kami sampai di depan pintu dan kemudian menutupnya rapat-rapat.

Jalanan siang ini tidak terlalu ramai oleh lalu lalang orang. Sebagian orang bergerombol di kedai-kedai atau di depan rumah sambil duduk-duduk ngobrol.

Kami berjalan kaki. Ayah masih menuntunku. Tangannya memegang erat tanganku. Padahal aku ingin tanganku jangan dipegang biar aku bisa jalan sambil berlari-lari atau menendang-nendang batu di jalanan yang berdebu.

Tetapi keinginan itu aku tidak sampaikan. Aku memandang wajahnya, wajah selalu serius. Menyadari aku menatapnya, ayah tersenyum.

”Kenapa lihat-lihat ayah?” tanyanya.

”Ayah keringatan tuh,” balasku. Beliau hanya tersenyum, sambil menyusutkan keringat di dahinya dengan ujung kafiyeh.

”Kamu kepanasan juga ya, nanti di pasar ayah akan belikan jus dingin biar kamu segar,” rayu ayahku. Mungkin ayah pikir aku memandang dia karena kesal diajak jalan ke pasar siang-siang begini. Padahal aku memandanginya karena aku kagum padanya.

Tujuan kami adalah pasar Wahd, pasar yang paling ramai dan lengkap di kawasan Jalur Gaza. Pasar Wahd masih agak jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki seperti ini.

Sesekali tanganku dilepas ayah, kemudian dipegang lagi, tadi tangan kanan, sekarang tangan kiri. Aku senang punya ayah sebaik Mister Tailor ini. Aku tidak akan berpisah dengannya. Aku membutuhkannya. Aku pandangi lagi wajahnya. Ayah, aku sayang ayah, batinku.
***

Tiba-tiba dari arah depan kami, banyak sekali orang-orang berlarian. Aku dan ayah menepi ke atas trotoar jalanan. Sebagian dari yang berlarian itu terlihat berdarah-darah.

Ayah langsung memelukku dan menggendong tubuhku. Ayah mencari celah untuk
bersembunyi. Kami akhirnya menemukan sebuah pot bunga besar di atas trotoar jalan.

Teriakan orang-orang menjadi lebih panik. Aku melihat tank-tank tentara Israel sudah mulai mendekat ke arah kami, suara tank-tank itu bergemuruh. Ayah tercekat. Di udara Helikopter serbu tentara Israel meraung-raung.

Di sebelah jalan aku melihat beberapa pejuang sedang berusaha menembakkan roket RPG, aku hafal karena jenis roket tersebut sering kami lihat dipakai oleh para pejuang. Roket RPG diluncurkan ke arah helikopter, tetapi meleset tidak mengenai sasaran. Helikopter Israel malah melancarkan serangan balasan.

Balasan tembakan dari helikopter itu, kemudian berdesing-desing di kuping. Aku menutup mata dan telinga. Ayah semakin merapatkan pelukan, ia berusaha melindungiku di balik pot bunga besar. Beberapa rentetan tembakan membahana membelah siang yang panas. Keadaan sekeliling kami semrawut. Akibat tembakan roket RPG para pejuang, tentara Israel yang menggunakan tank kemudian
membombardir jalanan.
Beberapa orang mulai melempar bom-bom Molotov ke arah tank. Pejuang Palestina terdesak di jalanan, aku bahkan melihat tiga tubuh tergolek bersimbah darah. Mereka tidak bergerak. “Ya, Allah tolonglah kami,” pintaku membatin berdoa.

Aku tahu, ayahku bukan penakut. Dia sedang membela dan melindungi aku dari situasi pertempuran ini. Tubuhnya basah oleh keringat. Sekali-kali ia beristighfar dan menyebut asma Allah.

Deru tank-tank Israel semakin terdengar, pertanda semakin dekat dengan tempat
posisi kami bersembunyi. Tembakan-tembakan mortir juga memekakan telinga. Menghancurkan rumah-rumah dan gedung yang berada di sepanjang jalan menuju pasar.

Suasana hingar bingar mendadak senyap. Ayah dan aku masih berjongkok, bersembunyi di balik pot bunga besar.

Tiba-tiba, ada suara lantang yang berteriak mengagetkan kami.

”Hai, keluar kalian dan angkat tangan!” hardik tentara Israel yang tiba-tiba sudah berada di depan kami.

Ayah tetap memeluk aku. Aku ketakutan luar biasa.

”Lepaskan anak itu!” kali ini tentara Israel sudah berjumlah tiga orang. Berdiri dengan pongah di depan kami, sambil menenteng senapan perang otomatis.

”Ini anak saya, biarkan kami pergi,” teriak ayahku kepada tentara Israel.

”Sedang apa kalian di sini? Haa??!” bentak seorang tentara berkumis tebal.

”Saya mau ke Pasar Wahd, dan kami terjebak dalam pertempuran ini,” jawab ayah tanpa terdengar takut.

”Cepat kalian pergi dari sini!” kata tentara lainnya.

Ayah dengan cekatan memegangiku, untuk pergi. Namun aku sangat curiga dengan
perilaku ketiga tentara Israel itu. Mereka bersenjata lengkap, bahkan moncong senjatanya selalu mengarah ke muka kami. Kami diperlakukan layaknya bukan manusia.

Ayah berjalan cepat ke arah jalan menuju rumah kami, tanganku dipegang sangat erat. Ayah berjalan terus memandang ke depan. Aku berjalan sesekali kepalaku melihat-lihat ke belakang.

Ya, Allah! Aku terkesiap, saat aku menoleh ke belakang tiga tentara itu sedang bersiap mengarahkan senjatanya ke arah kami, mereka telah mengokang senjata itu siap untuk menembak ayah.

” Tembaak!!” perintah seorang dari mereka.

Senjata laras panjang itu menyalak. Dengan refleks aku melepaskan tanganku dari pegangan ayah. Aku berlari ke arah peluru yang sedang meluncur ke arah ayah. Keberanianku muncul, aku tidak mau kehilangan ayah, aku tidak mau ayah meninggal dibunuh tentara Israel!

Berondongan tembakan mengenai seluruh tubuhku. Ayah langsung berteriak memegang tubuhku yang hendak jatuh ke bumi. Aku tidak merasakan apa-apa, saat tubuhku tergolek di pangkuan ayah. Ayah menangis meraung-raung. Aku berusaha memegang wajah ayahku. Tapi tanganku tidak pernah sampai untuk sekadar mengusap wajah ayahku. Aku kemudian melihat sinar yang terang benderang berada tepat di depan mataku.

Aku hanyalah seorang anak yang tidak mau kehilangan seorang ayah. Aku sangat tahu betapa sedih dan perih perasaan teman-temanku yang ditinggal mati oleh ayah. Biarlah aku yang mati.

Namaku Jamal. Jamal Ahmad Fayyad bin Mohammad Al Fayyad.
Aku tameng untuk ayahku tercinta!!

"FAS" lagi ?!?

Bismillah…

Kemarin, waktu sholat maghrib berjamaah di masjid sekilas saya melihat selebaran berwarna orange di mading. Tapi tidak begitu saya perhatikan, mengingat iqamat sudah hampir tiba. Segera saya menunaikan shalat tahiyyatul masjid, dan tidak lama kemudian iqamat berkumandang. Setelah shalat, saya hampiri selebaran itu. Saya perhatikan, dan ternyata itu adalah selebaran “Festival Anak Sholeh” yang diselenggarakan Ponpes sebelah, Al-Hikmah. Wah, mendadak saya menjadi bersemangat sekali. Saya sangat antusias membaca baris demi baris pengumuman itu. Disana terpampang berbagai macam jenis lomba, dari mulai lomba nasyid, MTQ, MHQ, adzan sampai kreasi barang bekas dan fashion show santri putra. Ehm, kayaknya butuh persiapan ekstra nih untuk mengikuti lomba-lomba itu. Pasalnya, tahun kemarin (Festival Anak Sholeh X) semua cabang lomba kami mengikuti. Tapi apa mau dikata, harapan meraih tropi penghargaan terpaksa harus ditunda karena dari sekian cabang lomba tidak satupun kami meraih juara. Maklum, saingannya wah..wah…seluruh santri TPA se-Kabupaten gitu loh.
Tapi kami ngga putus asa, buktinya sekarang insya Allah masih bisa mengikuti. Dan insya Allah menang juga…(amin).

Ngomong-ngomong soal Festival Anak Sholeh (FAS), saya jadi inget waktu dulu. Dulu saya sempat mengikuti FAS II (sekarang FAS XI) waktu umur 10 tahun dan masih duduk di SD Muhammadiyah Sumberejo yang letak sekolahnya berdekatan dengan Ponpes Al-Hikmah. Jadi ya pede-pede aja ikut lomba. Toh, sama orang-orangnya juga udah sering ketemu. Waktu itu saya mengikuti lomba MTQ (kalau ngga salah) dan alhamdulillah, saya meraih juara pertama (weeiiss..). Tapi dulu keadaan pondok pesantrennya belum seperti sekarang. Baik dilihat dari segi lingkungan, rekonstruksi bangunan, hingga program-programnya pun sepertinya masih minimabis..eh, minimalis. Kalau sekarang ya pasti udah beda banget, semakin megah dan semoga tambah sukses buat Ponpes Al-Hikmah. (kenapa jadi promosi sih…)

Ngomong-ngomong soal promosi, setelah membaca selebaran itu saya segera promosi dengan para santri dan teman-teman. Dan ternyata antusiasme merekapun patut diacungi jempol. Saya ingat ada seorang santri putra yang tanya gini, “Mbak, ada lomba nasyid juga to?”
Saya jawab, “Iya, kenapa? Mau ikut lagi…?” mendengar pertanyaan saya itu mereka yang dulu sempat tergabung dalam grup nasyid ‘dadakan’ jadi heboh sendiri.
“Walah Mbak, emoh ah. Isin aku…” ha..ha..ha…
Mereka udah malu abiss ternyata. Kenapa, karena tadinya kita yakin tidak mengikuti lomba nasyid. Alasannya tidak ada alat dan tidak tahu lagu wajibnya. Nah, pas saya technical meeting ke pondok ternyata disana disediakan kaset cd yang berisi lagu wajib untuk nasyid (lagu Tadarus dari Ikhsan Idol). Spontan saya dan teman saya pandang-pandangan. Batin kami berdialog,
“Eh, ada kasetnya tuh. Mau ikut nasyid ngga?”
“Iya nih, tapi kalau ikut apa ngga mepet?”
Masih dalam pandangan, kami berfikir sejenak hingga akhirnya positif membeli kaset dan positif pula mau ikut lomba. Pokoknya modal nekat deh…(padahal tinggal beberapa hari)
Setiba di masjid, kami benar-benar mengkoordinasi para santri yang minat untuk ikut lomba nasyid. Meski sebenarnya ngga ada, tapi ada juga tuh sekitar tujuh orang yang terjaring. Alatnya? Jangan khawatir, kami pun berinisiatif meminjam rebana kepada ibu-ibu PKK. Ehm, ternyata boleh. Mulailah kita latihan ala kadarnya.

Singkat cerita, hari H pun tiba. Kami rombongan TPA At-Taqwa pun menuju lokasi perhelatan akbar Festival Anak Sholeh. Karena jaraknya tidak jauh, kami hanya berjalan saja. Tidak peduli waktu di jalan kita melihat mereka-mereka yang naik mobil, truk atau sepeda. Pokoknya, langkah kami mantab!
Sebelum acara lomba di mulai, kami semua mengikuti pembukaan di kompleks pondok pesantren yang di set sedemikian rupa sehingga. Sehingga apa…sehingga baguslah. Rapi, indah, menarik dan yang pasti sangat ramai.

Setelah pembukaan selesai, suasana menjadi sangat riuh. Apalagi acara mencari lokasi lomba (kelas-kelas) sangat melelahkan. Setelah mengantar para santri ke lokasi lomba mereka masing-masing, saya dan teman saya kembali ke areal panggung. Terlihatlah wajah para santri yang tergabung dalam grup nasyid ‘dadakan’ itu sedikit panik dan gugup. Kenapa, karena ternyata lokasi lomba nasyid berubah dari rencana semula yang katanya didalam ruangan. Tapi akhirnya dirubah menjadi di atas panggung dengan beratus-ratus pasang mata yang akan menyaksikan aksi mereka. Ya sudah, akhirnya berbekal kata-kata yang (sok) bijak dan menenangkan, akhirnya mereka menjadi semangat lagi. Namun, saat melihat peserta lomba lain yang saat naik ke panggung dengan membawa alat lengkap dan anggota yang sudah layaknya pemain band dewasa (padahal umur peserta dibatasi) nyali para santri pun tak urung menciut lagi. Berbekal rebana seadanya, adek-adek santri masih tetap yakin ingin naik panggung ketika dipanggil, menyanyikan lagu wajib, lagu pilihan, dan segera turun. Itulah yang mereka inginkan saat itu…

Hhm…akhirnya saat para santri telah turun (loh, kapan naiknya…) kami sedikit lega. Harapan ingin membawa pulang tropi sudah melayang entah kemana. Kalau kata mereka sendiri sih “Rasah dipikir..” alias ngga usah difikirin

Itu tentang lomba nasyid. Tentang lomba yang lain? Tidak jauh beda, kami sepertinya masih harus belajar dan berlatih lebih giat lagi agar maksimal (maklum, semuanya serba dadakan). Yah, agar maksimal. Dengan akan diadakannya Festival Anak Sholeh XI ini, semoga dapat mengobarkan semangat santriwan santriwati untuk pergi ke masjid, lebih giat belajar dan berlatih memperdalam agama dan mengamalkannya.

"Meski tidak meraih juara, namun kami tidak pernah kecewa.
Mungkin kemarin adalah sarana untuk latihan, dan sekaranglah yang sesungguhnya.
Yang harus tetap dipegang…semangatlah yang utama…"

Mohon do’anya ya…

Kembang Ilalang...

Pernah suatu kali aku minta pada Tuhan setangkai bunga segar, tapi Ia memberiku kaktus berduri. Ketika itu aku berfikir, kalau Tuhan tidak Mendengar permintaanku.
Lalu aku minta kupu-kupu yang indah, yang senantiasa disampingku kala ku butuh teman, yang bisa kuajak bermain kejar-kejaran…tapi apa?? Tuhan malah memberiku ulat berbulu… Kala itu aku mulai berfikir, Tuhan itu jahat. Dia tidak pernah memberikan apa yang aku inginkan.
Namun, disaat aku sedih dan kecewa…aku melihat sesuatu yang membuatku lupa akan kemurunganku. Kulihat kemudian kaktus berduri itu berbunga, indah sekali. Dan ulat berbulu itupun berubah menjadi kupu-kupu nan cantik.
Kembali aku berfikir, mungkin inilah jalan Tuhan! Indah pada waktunya.
Tuhan tidak memberikan apa yang kita ingin dan harapkan, namun Ia memberikan apa yang kita perlukan.

Kadang kita sedih, kecewa, atau bahkan terluka! Tapi jauh diatas segalanya, Ia sedang merajut yang terbaik untuk kita.
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 216 yang artinya :
“….Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.“

Subhanallah wal hamdulillah…..

------##------

Pernah ku berfikir…Tuhan tidak adil padaku, pada keluargaku. Bukan pemandangan asing lagi bagiku, menyaksikan orang-orang disekitar tempatku tinggal pulang pergi dengan kendaraan yang bagus, baju bagus, pulang kemudian membawa berkantong-kantong besar barang belanjaan yang aku yakin harganya tidaklah setara dengan baju kaos yang sering aku pakai.
Anak-anak mereka yang seusiaku, bisa sekolah menuntut ilmu dengan tenang. Tanpa harus dikejar waktu karena harus pergi ke pasar untuk menjual sakadar sayuran yang dipetik dipekarangan rumah sebelum berangkat sekolah. Mereka bisa belajar dengan nyaman tanpa dipusingkan dengan uang sekolah yang menunggak semakin lama semakin banyak tanpa ada celah untuk berfikir darimana mendapatkan uang hanya sekedar untuk mencicilnya.

Kepedihanku kian memuncak ketika bulan puasa. Disaat mereka merencanakan berbuka dengan menu restoran yang berderet, kami hanya mampu membasahi kerongkongan dengan seteguk air putih dingin. Dan mengisi perut dengan sayur bayam dipadu dengan sambal yang sengaja dibuat sangat pedas hingga kami bisa berselera makan.
Tak henti-hentinya aku meminta kepada Tuhan agar dijadikan hidupku seperti hidup mereka. Namun hingga saat ini, tak kunjung kudapati kehidupan yang aku inginkan. Benarkah Tuhan itu tidak adil?? Pertanyaan besar yang terus menggelayuti benak selama bertahun-tahun itu tanpa kusadari semakin lama semakin hilang saat kudengar sebuah khutbah di suatu Jum’at… tentang makna bersyukur.

Kini, kutak peduli dengan tingkah polah mereka. Mereka bisa pergi dengan mobil bagus, aku juga bisa pergi berkelana ditemani sepedaku hadiah lomba tujuhbelasan beberapa waktu lalu. Tanpa polusi, bisa merasakan semilirnya angin alam, dan lebih sehat tentunya. Saat mereka memakai baju-baju bermerk mahal, akupun puas dengan kaos lengan panjangku yang selama hampir empat tahun menemaniku. Tak apalah sedikit sempit, yang penting kenyamanan tetap kudapat. Namun, aku senang jika mengingat dilemari bajuku tergantung sebuah kemeja baru yang dibelikan oleh pamanku kemarin.
Dan ketika mereka mengabsen restoran mana yang akan disambangi saat berbukapun, aku lebih tak peduli lagi. Kini, kami sekeluarga telah nikmat berbuka dengan es cendol bikinan sendiri. Sayur bayam, sambal pedas, dan satu lagi. Ditambah lauk tahu dan tempe.

Setelah kufikir jernih dan kurasakan, ternyata kehidupanku sekarang lebih baik dari kehidupan dulu dikala aku menghujat Tuhan yang kusangka tidak adil padaku. Mengapa demikian? Apakah Tuhan tidak marah atas sikapku itu? Entahlah, mungkin inilah salah satu sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dan atas rezeki yang telah aku dapat?? Bisa juga karena sifat Allah Yang Maha Pemurah.
Dan satu lagi yang lebih penting! Setelah kudengarkan khutbah Jum’at itu, aku senantiasa bersyukur atas apa saja yang diberikan-Nya padaku dan keluargaku. Apa ini yang membuat hidupku sedikit lebih baik???

Firman Allah Q.S. Ibrahim ayat 7 : "Jika kamu bersyukur pasti akan aku tambah (nikmat-Ku) untukmu dan jika kamu kufur maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih."

Firman Allah Q.S. Al-Baqarah ayat 152 : "Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku."

Firman Allah Q.S. Al-Anfal ayat 26 : “Dan diberinya kamu rezeki yang baik-baik agar kamu bersyukur.”

Firman Allah Q.S. An-Nahl ayat 14 : “Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar darinya, dan kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”

Subhanallah wal hamdulillah…..

Dilema Cinta Remaja

Kemarin, tidak sengaja saya melihat dua orang insan di sebuah bangunan di pinggir jalan. Bisa ditebaklah, mereka bukanlah dua orang yang sama jenis..namun sebaliknya seorang wanita dan seorang laki-laki. Satu yang menarik perhatian saya, ketika saya amati ternyata sang gadis sedang menangis. Sungguh sedih rasanya, bulir bening menganak sungai dan akhirnya jatuh berderai. Jujur, tak tahu saya apa yang sedang terjadi diantara mereka. Kemudian sang pria berusaha menenangkannya. Dengan segala cara dari mulai membujuk, merayu, mengelus tangan sang gadis dan lain sebagainya. Masya Allah, saya jadi menarik kesimpulan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Atau bahasa gaulnya sekarang ini adalah pacaran. Ehm..menyinggung soal pacaran memang tidak akan ada habisnya.

“Aku cinta kamu, mau ngga’ kita pacaran?” atau
“Pokoknya gue udah ngga’ cinta lagi sama elo, mulai sekarang kita putus pacaran?!”
yah, kira-kira begitulah ‘dialog’ sepasang kekasih yang hafal ‘skenario cinta’ dan dalam masa ‘kontrak sandiwara’ yang berjudul ‘pacaran’.
Seperti kedua dialog diatas, pacaran adalah identik dengan cinta. Jelaslah, kalau tidak cinta ya tidak mungkin pacaran. Kalau pacaran ya berarti ada cinta, dan kalau emang elo cinta buktikan cinta lo dengan ‘buruan pacarin gue!’. Walah, rumit yah? Jadi bingung sendiri nieh… Begitulah, cinta memang bikin bingung, bikin pusing. Kata siapa? Ya itu kata mereka yang sudah menjadi budak cinta dan mengemasnya dalam proses pacaran yang akhirnya membawa mereka dalam jurang kenistaan. Kenapa bisa begitu, karena kurangnya pemahaman dan tipisnya iman.

Sepertinya memang begitu yang terjadi di kalangan remaja (bahkan anak sd) di jaman sekarang ini. Kalau udah mengenal yang namanya pacaran, wah…serasa sudah menjelma menjadi sosok yang dewasa, penuh pengalaman dan patut diperhitungkan. (segitunya…) Kalau menurut saya pribadi, pacaran itu ngabisin modal. Ngabisin waktu, dan nambah pikiran. Bagi yang masih sekolah, katanya pacaran itu bisa ngasih spirit tersendiri (ngapusi!!). Jadi tambah semangat buat ke sekolah. Iyalah semangat, kan di sekolah ada si dia. Bukan berarti semangat belajarnya nambah kan?! Begini ni rinciannya, ngabisin modal karena mau tidak mau pacaran itu ya emang harus pake modal. Nggak cukup kalau cuman modal dengkul aja. Bentar-bentar, ngajak jalan, ngajak nonton, ke mall (bagi yang ngga ada mall pasar boleh lah ^^) atau istilah kerennya ‘nge-date bareng’. Bagi yang cowok, kalau makan bareng malu dong ngga bayarin. Maunya sok-sokan mau bayarin, tapi padahal uang siapa tu…orang tua kan?! Lagi, bentar-bentar ngecek HP, ada yg sms ngga ya? Dimulai dengan beberapa kata saja, lama2 pulsa ngga terasa udah kosong.
‘Lagi apa Dar? (darling maksudnya, bukan Munandar!!) Udh ma’em lom? Klu lom, buruan gih..nanti sakit loh!!’ Alaah, emang siapa elu??
Yang kedua, pacaran hanya ngabisin waktu. Bentar2, janjian ngajak jalan. Bentar2, sms suruh jemput. Bentar2, telpon suruh anterin. (emang supirnya…) Kalau emang ngga ada waktu pun diada-adain demi sang pujaan hati. ‘Tak apalah, aku ada untukmu kok say!’
Yang terakhir, pacaran itu cuman nambah pikiran aja. Saat mau makan, kepikiran si dia. Saat mau tidur, keingetan si dia. Saat mau pergi, dia lagi ngapain ya? Hhm..yang ada hanya si diaaa…terus. Sampai-sampai ngga ada celah buat mikirin yang lain.
Kalau lagi bersama, serasa dunia milik berdua. Yang lain?? Ngontrak…

Cinta memang bisa membuat orang jatuh bangun. Dari mulai lupa makan sampai lupa mandi, dari mulai ngga bisa tidur sampai ngga bisa bangun (sakit soalnya…) dari mulai tertawa-tawa sampai yang nangis-nangis. Banyak orang yang tergila-gila karena jatuh cinta (gilaa..gilaa...!! ya nggak gitu…)
Jadi inget seorang temen dulu waktu SMA. Saking bingungnya tentang cinta, dia sampai menyimpulkan begini.
“Cinta!! Cinta itu Buta…
Buta itu Cakil…
Cakil itu Helm…
Jadi, cinta adalah Buta Cakil yang pake Helm!!” he..he..ada-ada saja yah…Ngerti ndak maksudnya? Ya gitu deh…

Kawan, fahamilah. Cinta itu fitrah…cinta itu indah…cinta itu anugerah… Asal pas menempatkannya, dan pas dalam memberikan porsi cinta kita pada makhluk lain. Ibarat cinta pada bunga akan layu, cinta pada air akan kering, cinta pada manusia akan mati. Namun tidak cinta kita pada Allah, cinta yang abadi..yang hakiki hanyalah cinta pada Illahi. Jangan sampai kita diperbudak cinta pada makhluk lain hingga mengorbankan segalanya, apalagi mengorbankan pengabdian pada Rabb kita.
Janganlah kita mendekati gerbang yang akan mengantar kita pada jurang kenistaan dan kehinaan dengan melampiaskan yang sesungguhnya nafsu namun kebanyakan mereka menyebutnya dengan ‘cinta mati’. Kalau memang cinta, ya cepatlah mengambil tindakan yang tepat agar tidak terjadi pendurhakaan kepada Allah. Kalau memang belum siap, buanglah jauh-jauh rasa itu dan fikirkan serta kerjakan apa yang ada didepanmu. Kalau memang Allah menghendaki dia menjadi pendampingmu, niscaya engkau akan bahagia dengan cintamu yang sempat kau buang dan kini kau menemukannya kembali dalam keadaan yang jauh lebih indah dan lebih berkah. Subhanallah…

Dan yakinlah, cinta yang seperti itu tidak akan ngabisin modal, ngabisin waktu, nambah pikiran apalagi makan ati. Beda dengan mereka yang asik-asik pacaran tapi kebanyakan makan ati saat seharian nggak di telpon, saat malam minggu nggak diapelin, dan saat melihat sang pacar jalan sama orang lain. Percayalah, itu tidak akan terjadi bila kita saling menjaga cinta kita masing-masing. Menjaga cinta agar tetap utuh untuk diluapkan pada pasangan kelak apabila telah menikah. Sekali lagi, itulah cinta yang lebih indah dan lebih berkah.
Banyak orang bilang, cinta itu berasal dari mata turun ke hati. Benarkah begitu? Sepertinya memang benar. Dari pertama mulai memandang secara tidak sengaja, lalu mencoba sekali lagi dengan maksud mengamati (eh..siapa tau ketemu lagi kan bisa nyapa..-huh!-). Tibalah saatnya curi-curi pandang, saling adu pandang dan akhirnya berpandang-pandangan. Lanjut…saling senyum, saling sapa, saling kenalan dan akhirnya berani ngajak jalan. Kelanjutannya, bisa dikira-kira sendiri!
Kalau mereka yang pacaran ditanya, buat apa sih pacaran? Dan kalau kebanyakan mereka menjawab, ‘yah, biar lebih saling mengenal, saling memahami lebih dalam’. Saya bilang, itu bohong abisss…(‘S’nya duaribu…-biar manteb!-)
Kenapa bohong, karena dalam masa pacaran itu dari masing-masing pasangan pasti sangat jaim alias Jaga Image untuk menyembunyikan perilaku mereka yang sebenarnya pada pasangan. Yang tadinya ceroboh, mendadak teliti. Yang tadinya mandi sekali sehari, jadi tigakali seminggu…(loh..malah lebih parah yak!) Yang tadinya nggak pernah rapih, mendadak jadi rapihan. Betul nggak?!? Pokoknya dia pengen yang dilihat sama pacarnya itu sifatnya yang baik-baik aja. Nah, nanti kalau udah berkeluarga bakalan kaget tuh. Syok malah…kalau udah gitu, mau gimana hayoo?

Jangan khawatir soal pasangan hidup. Kalau kepingin yang baik, shalih atau shalihah ya tinggal kita benahin diri sendiri aja. Benahin hubungan kita sama Allah, mohon supaya diberi kemudahan dalam mendapat jodoh. Diberi jodoh yang shalih/shalihah. Bukankah Allah sudah berfirman,
"Perempuan jahat untuk laki-laki yang jahat, dan laki-laki yang jahat untuk perempuan jahat; dan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik." (An-Nur: 26)
Satu lagi, ghadul bashar atau menjaga pandangan adalah salah satu jurus jitu (meski agak berat ya..) untuk menghindari gerbang perzinahan. Hendak kau kemanakan pandanganmu? Itu jualah yang menentukan hendak kemanakah kau membawa dirimu.

“Kemaslah cintamu menjadi rangkaian cinta yang senantiasa dapat membuatmu hidup, namun tetap dalam naungan cinta terbesar yaitu cinta-Nya.”

The Long Journey

Kemarin, tepatnya hari Kamis, 23 April 2009 kami (rombongan) berangkat ziyarah ke makam wali di Jateng. Disini, saya hendak sedikit berbagi cerita dan pengalaman saya di suatu belahan bumi Jawa yang lain (ehm…). Hhm...pokoknya suka duka deh. Dan kesan terakhir yang didapat sepulang dari ziyarah itu tidak lain dan tidak bukan adalah..’cuapeek…’ Pfiuuh…tapi ngga papa. Yang penting insya Allah dengan perjalanan itu dapat membuat kami (saya khususnya) lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Ziyarah tersebut dimaksudkan untuk mendo’akan para alim ulama yang telah mendahului kita. Selain itu, jelas…ziyarah dimaksudkan untuk membuat kita mengingat mati dan lekas mencari bekal untuk sebuah perjalanan panjang nan melelahkan. Mengenai ziyarah kubur, lebih jelasnya dapat dibaca disini. Selain itu, ziyarah ke makam para waliyullah disini agar kita sebagai umat muslim mengetahui betapa besar perjuangan dan pengorbanan mereka dalam menyebarkan dien Allah khususnya di Pulau Jawa. Sama halnya seperti saat Nabi Muhammad SAW, yang mengorbankan seluruh tenaga dan jiwa raga untuk menegakkan agama Islam. Dan semoga, dengan luasnya penyebaran agama islam di Indonesia sekarang ini khususnya, yang menjadikan Negara tercinta kita ini menyandang gelar sebagai Negara dengan penduduk islam terbanyak (88%), tidak hanya berupa statistika angka belaka. Namun, pemahaman tentang islam dapat merasuk ke hati sanubari masing2 sehingga kita dapat berperilaku sebagai seorang umat muslim yang dapat menerapkan ajaran2 yang telah tercantum dalam Qur’an dan Hadits serta dapat meneladani Rasul sebagai Nabi junjungan kita.
Ehm, ngga usah panjang lebar pengantarnya…karena panjang tambah lebar sama dengan luas dan lama!! (he.he..nyambung ngga sieh??) Lanjut ah, berikut kisah perjalanan yang memakan waktu sekitar 21 jam lebih 10 menit dari waktu keberangkatan (wah..ngitung ya? Engga..kan di busnya ada catatan durasinya!) Let’s check it out!!

Langsung pas berangkatnya aja ya, soalnya nanti kalau diceritakan dari awal persiapan bangun tidur bakalan lama! He..he..biasa, orangnya lelet Be Ge Te.
Oke, lanjut! Kami (saya, abi dan ade’) sholat shubuh dimasjid berjama’ah sekitar pukul 04.30 WIB. Setelah mendapat sedikit penjelasan akhirnya rombongan yang diangkut dengan menggunakan 2 bus pariwisata itu berangkat meninggalkan masjid pukul 05.45 WIB. Disitulah pertamakali perjalanan kami dimulai. Satu jam kemudian, kami sudah berada di Jogja kota dan segera meluncur ke Jawa Tengah. Namun sebelum ke makam wali (rencananya ziyarah ke makam sunan Kalijaga, sunan Kudus dan sunan Muria), kami singgah sebentar untuk ziyarah di Krapyak.

Setelah itu, perjalanan kembali dilanjutkan dan sekitar pukul 13.30 WIB kami sampai di Demak. Sebelum memasuki kompleks masjid Demak, tata kota yang apik dan asri telah menyambut kami dan para peziyarah yang lain. Sepanjang jalan tertulis Asma’ul Husna yang berjajar rapi sebelum masuk ke kompleks masjid. Yang saya fikir aneh, ketika bus sudah berada di depan kompleks masjid para penumpang ngga boleh turun. Nah lo, gimana tuh!! Gini, jadi bus2 yang mengangkut para peziyarah itu diharuskan parkir terlebih dahulu. Oke..ngga papa. Tapi saat tau kalau tempat parkirnya ngga bisa dibilang deket dengan kompleks masjid, kamipun mulai khawatir. Masa iya disuruh jalan segitu jauh?? Tenaang, ternyata di kompleks parkir sudah tersedia layanan antar. Pilih mana, menuju masjid dengan naik kuda? (eh..naik andong maksudnya!) bisa, atau mau yang lebih cepet..bisa juga. Disana tersedia banyak ojek. Atau, mau berdua atau bertiga sama keluarga? Boleh, naik becak aja. Ongkosnya pun ngga mahal2 amat. Cuma Rp. 2000 per orang. Murah bukan?!? Udah ah, kenapa malah jadi promosi jasa angkutan sih?!? ^^.
Ya udah, lanjut ya…Ceritanya udah sampe di Masjid Agung Demak nie. Sampai disana jama’ah langsung mengambil air wudhu dan segera menunaikan sholat Dzuhur secara berjama’ah. Karena banyak juga yang membawa anak kecil yang masih doyan susu, maka saat hendak sholatpun ada adegan susu tumpah segala. Pas dibelakang shof wanita. Walah…terpaksa pindah posisi nieh. Ya udah, ngga papa. Namanya juga anak2. Dulu kita kan juga begitu ya, malah lebih parah mungkin (^^). Kami menunaikan sholat jama’ taqdim Dzuhur dan Asar mengingat perjalanan yang ditempuh masih cukup jauh.
Setelah sholat, kami (rombongan/jama’ah) segera berziyarah ke makam Raden Fattah/Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.

Disana juga terdapat museum yang berisi barang2 bersejarah atau tepatnya barang peninggalan para sunan dan kerajaan. Diantaranya adalah Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M. Ada juga Situs Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi. Kemarin sempat lihat, masih ada airnya dengan pagar disetiap sisinya. Dan didalamnya terdapat beberapa ekor ikan (loh…)

Sekian ziyarah di kompleks masjid Demak. Para jama’ah kembali ke parkiran bus, istirahat sebentar, lalu perjalanan dilanjutkan ke makam sunan Kalijaga. Tidak begitu jauh dari lokasi bus, hanya beberapa menit saja. Sesampainya disana saat memasuki gerbang komplek, mata langsung dimanjakan dengan berbagai macam jenis barang dagangan disetiap kanan kiri jalan. Kalau saya sih, cukup melihat saja. Tidak begitu tertarik. Oya, satu yang harus dipersiapkan para peziyarah, yaitu uang receh. Kenapa, karena setiap kaki melangkah menuju makam wali disitu pula ada (maaf) pengemis atau orang minta2. Entah itu mulai dari anak2 hingga orang tua (simbah2) sekalipun. Banyak sekali. Seperti sudah menjadi profesi lazim mungkin ya. Namun para peziyarah juga tidak pelit (terutama rombongan saya..he..he..) maunya sieh, setiap pengemis mau dikasih, tapi itu akan lama dan mengundang yang lain. Jadi ya beberapa aja. Dan mereka cenderung selektif juga. Saya perhatikan yang dikasih hanyalah orang yang benar2 tidak mampu secara fisik ataupun sudah sangat sepuh (tua). Dan yang paling bikin semangat para pemberi itu adalah bahwa dalam setiap keping yang mereka berikan akan meluncur do’a. “Alhamdulillah, maturnuwun Den. Mugi2 sami sehat, kaparingan berkah saking Gusti Allah, ketampi sedaya amal saenipun, dipun kabulaken ingkang dados panyuwunanipun...bla..bla..” (tau ngga artinya?? Enggak?? Sama…^_^)
Para peziyarahpun semakin semangat buat ngasih, tak lupa dengan senyum manis, pake tangan kanan, sambil bilang ‘semoga bermanfaat ya..’. Kalau sepanjang jalan hanya sibuk merogoh kantong buat menyantuni mereka, yang ada malah ngga jadi ziyarah karena kemaleman di jalan…betul nggak?? Oya, satu yang sedikit membuat saya geli. Salah seorang dari jama’ah saya, setiap kali peziyarah lain memberi uang kepada para pengemis dan saat si pengemis tsb mendo’akan, dia hanya ikut meng-amini saja.
“semoga diberi kesehatan, semoga dikabulkan do’anya, semoga..bla..bla…”
“Amin-amin-amin…” begitu berulang-ulang. Rupanya dia lebih fokus untuk berziyarah ke makam dan lebih suka memasukkan uang di kotak infak yang sudah disediakan. Tapi memang ngga ada salahnya menyantuni mereka. Mungkin dia ngga mau repot merogoh kantong dan menyeleksi pengemis mana yang patut diberi karena memang dia sendiri membawa anak kecil. Jadi yah..jalan lurus2 aja. Dan setiap saya mendengar dan melihat adegan ‘amin-amin’ itu, saya hanya bisa menahan geli. Walah..walah! Ada-ada saja…

Satu lagi untuk memudahkan perjalanan anda, bawalah selalu kantong plastik yang muat untuk tempat sandal. Karena dari pintu gerbang makam hingga menuju makam utama jaraknya cukup jauh, maka jika anda tidak ingin kehilangan sandal karena dilepas di depan gerbang masukkan sandal kedalam kantong plastik dan dibawa serta masuk ke dalam kompleks makam. Begitu lebih praktis dan aman. Karena tidak sedikit peziyarah yang masuknya memakai sandal, pulangnya bertelanjang kaki alias nyeker karena sandalnya keliru atau diambil orang. Yah, mereka hanya bisa bilang..”Ya wiss, ikhlaske wae”. Hmm..kasian juga. Udah, ngga usah mikirin sandal.

Lanjut perjalanan ke makam sunan Muria. Muria oh Muria…Ternyata perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai sekarang ketika hendak berziyarah ke makam sunan Muria. Dari kejauhan, sudah nampak gunung Muria yang menjulang tinggi. Kami rombongan nggak nyangka kalau sesungguhnya sedang menuju kesana. Beberapa saat kemudian, bus berjalan pelan karena memang menanjak naik. Berkelok-kelok lagi…tapi mata kami kembali dimanjakan pemandangan indah di kanan-kiri jalan. Pemandangan kota yang asri dan permai. Jadi pengen nyanyi…’naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali. Kiri-kanan kulihat saja…’ Ehm..kelamaan. Setelah setengah naik, bus diparkir di tempat parkir (iyalah, masak di tempat sholat!!) Disitu sudah banyak layanan ojek yang siap mengantar jama’ah naik ke puncak. Harganya lumayan mahal, Rp.7000 sekali jalan. Lalu setelah turun dari bus, kami berunding sejenak. Diambillah kesepakatan bahwa tidak ada yang naik ojek. Semua jalan…waah…oke tuh. Kami semua berjalan melewati jajaran tukang ojek yang sudah buru2 pake helm, naik motor dan menggebernya sambil menunggu giliran keluar (ojek berbaris rapi didepan halte yang kanan kirinya di beri rantai pembatas agar tidak liar –dikira macan, liar-. Untuk mengambil penumpang, menunggu rantai dibuka dan ojek satu persatu keluar). Namun malang, setelah melihat tidak satupun rombongan yang ingin menggunakan jasa mereka dan lebih memilih naik sandal (jalan maksudnya..^^) merekapun hanya bisa senyum pasrah sambil mematikan mesin motornya. “Yah, mlaku kabeh…” (yah, jalan semua…) Kamipun hanya tertawa melihat aksi2 mereka. Ya, saat ini kami bisa tertawa…namun tidak tau bahwa medan yang akan kami lewati sesungguhnya sudah cukup membuat kami setengah menangis dan hujan peluh…

Kami mulai meniti anak2 tangga menuju makam sunan Muria. Satu anak tangga, dua, tiga, sepuluh, duapuluh, belum terasa lelah. Namun ternyata, masya Allah…kami sesungguhnya belum tau bahwa ratusan anak tangga selanjutnya sudah menanti kita diatas. Kaki rasanya sudah cuapeek banget. Udah ngga mau diajak jalan. Peluh sudah mengalir deras. Dan saat kami beristirahat sebentar, saat itu juga disamping ada seorang penjual VCD. (dikanan kiri banyak pedagang) Disitu distel kaset perjalanan menuju makam sunan Muria. Dan dari situlah kami baru sadar, bahwa perjalanan dari mulai anak tangga pertama sampai puncak adalah sejauh satu kilometer. Masya Allah, padahal kita belum ada setengahnya. Terdengarlah adzan maghrib, wah harus cepat2 nieh. Tapi kaki udah pegeel banget. Ayolah kaki, semangath!! Tiba di pemberhentian, (agak datar) disitu tersedia toilet dan tempat wudhu pria dan wanita. Akhirnya yang nyampe duluan segera berwudhu. Kita lanjutkan lagi merangkak ke atas dengan sisa2 tenaga…(segitunya..tetep jalan kok. Malu dong klo suruh merangkak ^^) Nah, ceritanya kita udah sampai ni di puncak. Huuh..angin malam segera menerpaku. Sejuuuk sekali, setelah sekian lama mendaki gunung Muria. Dibawah pemandangannya juga sangat indah. Kerlap-kerlip lampu mulai terlihat. Subhanallah, bibir tak berhenti berdecak dan bertasbih. Lalu kami semua menuju masjid. Didepan masjid, kami (saya khususnya) sempat terbengong tak berdaya. Dengan melihat posisi masjid yang berada diatas dan tangga yang harus dilalui bila hendak mencapai masjid tsb cukup mengingatkan kami akan perjuangan saat menuju ke puncak. Waduuh…sungguh membuat syok. Kenapa ngga datar2 aja ya?! Okeh..ngga papa. Dengan sisa2 tenaga kami mulai merangkak (loh, pengulangan adegan, he..he..).

Setelah itu kamipun menunaikan sholat. Usai sholat, tiba2 secara tak disangka2 lampu mati!! Seketika kegelapan malam di puncak gunung Muria mulai menyelimuti. Beberapa detik kami tidak bergerak, mencoba menjernihkan pikiran. Yang bawa haPe mulai inisiatif menghidupkannya (meski ngga ada sinyal) untuk sekedar penerangan. Yang tadinya agak berisik, mendadak diam seribu bahasa. Namun, beberapa saat kemudian lampu kembali terang. Serentak terdengar ‘Alhamdulillaaaahhh…’ dari mulut masing2. Wah, kompak banget deh…Naah, setelah sholat dan lampu terang kami beranjak menuju makam sunan Muria. Kembali, siapkan kantong plastik untuk membawa sandal anda. Disana ternyata sudah banyak orang yang berziyarah. Ternyata durasi ziyarah dibatasi. Tidak boleh lama2, karena memang banyak yang antri. Setelah beberapa saat, ziyarah di makam sunan Muria usai. Kami kembali menuju tangga yang siap untuk dilewati oleh kaki-kaki lelah kami. Dan betapa kagetnya kami setelah sadar bahwa lampu sebenarnya belum menyala. Lampu yang menyala tadi dikarenakan memakai tenaga diesel. Dan yang tidak punya diesel harus rela bergelap-gelap ria. Dan itulah, kami harus kembali meniti tangga yang curam menurun dalam keadaan gelap gulita. Masya Allah, sungguh perjalanan yang tidak bisa dibilang ringan. Kami saling berpegangan (saya dan abi, adek udah jauh didepan…) untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Karena kondisi jalan/tangga yang sudah tidak sempurna, banyak diantara kami yang terpeleset dan tersandung. Hanya beberapa dari kami yang membawa senter kecil. Dan itulah salah satu penerangan yang diandalkan untuk orang2 yang berada dibelakangnya. Semoga, setitik sinar yang dihasilkan dari senter itu dan yang menerangi jalan orang2 untuk sekadar menghindari lubang dapat membawa kebaikan bagi mereka yang ikhlas.

‘Alhamdulillah’ serta merta meluncur dari mulut masing2 (seperti saat lampu terang di puncak) saat kaki meninggalkan anak tangga terakhir. Hhuuh..sungguh perjuangan. Namun bayangan ingin segera masuk bus dan duduk tenang harus dihapus dalam benak ketika saat rombongan menuju bus dimana terakhir terparkir dan melihat bus sudah tidak ada ditempat. Walah, gimana ini. Kepanikan kembali melanda. Ingat, saat itu masih dalam keadaan gelap gulita. Panitiapun segera mengambil tindakan, apa tindakan yang diambil? Mondar-mandir mencari dua bus pariwisata dengan membawa mega phone sambil memanggil2 berharap sang sopir bus mendengar dan segera memberi tanda dimana dia parkir. Terpaksa jama’ah terlantar di pinggir jalan sambil harap2 cemas. (mungkin mengira busnya nyasar kali ya..) Sesaat terdengar sebuah bus membunyikan klakson berkali2. Merasa yakin bahwa bus itu adalah yang dimaksud, serentak kami berbondong2 turun (jalan menuju tempat parkir menurun) mendekati bus yang tadi meng-klakson. Belum sampai disitu, satu panitia yang berada di belakang berteriak “Jama’ah Nuurul Arqam, bisnya disini..bisnya disini…” Kami yang sudah sampai dibawah, hanya bisa bengong dan saling tatap (emang keliatan, orang gelap yee…) dan terpaksa putar balik lagi menuju bus yang dimaksud. Dan ternyata benar, lah yang tadi mainan klakson busnya siapa dong?! Kemudian lewatlah sebuah bus yang tadi kami kira itu bus jama’ah kami. Dengan cermat kami mengamati, dan ternyata memang bukan. Walah…kok ya iseng banget sih yak pake klakson2 segala. Bikin repot aja…

Pfiuuh..akhirnya bisa juga diri ini melepas lelah di dalam bus. Menikmati buaian udara yang berasal dari air conditioning dalam bus. Tapi baru berasa kalau sang kaki udah senut2. Tak apalah…yang penting sekarang bisa sejenak beristirahat.
Bus kembali menuruni gunung dan selanjutnya menuju makam sunan Kudus. Sesampainya di kompleks makam, didepan masjid Kudus menjulang menara yang terbuat dari batu bata merah yang lebih terkenal dengan sebutan menara Kudus. Dari sekian makam sunan yang telah kami ziyarahi, di makam sunan Kuduslah yang paling ramai. Benar2 ramai, dari mulai anak2 hingga orang tua. Saat itu jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Selesai ziyarah di makam sunan Kudus, kami kembali ke bus satu jam setelahnya. Jam menunjukkan pukul 22.30 WIB malam. Istirahat sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang. Dalam perjalanan pulang, semua jama’ah sudah terlihat sangat lelah, letih, lemah, lunglai (tapi bukan anemia lho ya..). Dan tidak sulit untuk terlelap. Hhm…meskipun para penumpang sudah terlelap, namun bus tetap merayap melewati jalan2 aspal untuk mengantar kami kembali pulang. Pemandangan malam di jalan-jalanpun sangat sayang untuk dilewatkan. Meskipun tengah malam, masih banyak juga aktifitas yang masih menggeliat di pinggir jalan. Tak terasa, matapun sudah saatnya istirahat. Jam menunjukkan pukul 2.30 WIB dini hari saat bus akan naik (dari Jogja menuju Kab. Gunungkidul). Bus mulai berbelok-belok melewati jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan malam yang tetap elok..(alah..) Sebentar lagi akan sampai rumah nieh…

Saat sampai, jam menunjukkan pukul 3.30 WIB dini hari. Sebelum turun, sekilas sempat melihat lama perjalanan yang ada dalam bus. 21 jam 10 menit. Lama nian…Ya sudahlah, yang penting sekarang sudah sampai dengan selamat tak kurang suatu apa! Akhirnya the long journey telah berakhir. Saatnya istirahat.
Semoga diterima segala amal dan diampuni dosa para alim ulama yang telah mendahului kita. Dan semoga kita lebih dapat mengingat sesuatu yang paling dekat dan yang terus mengintai, mati. Dan lekas2 sadar akan dosa yang telah diperbuat, dan sudah seberapa banyakkah bekal amal yang akan kita bawa kelak dengan harapan akan lebih bertaqwa kepada Allah SWT.
Sekian kisah perjalanan ziyarah kami ke makam para sunan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : "Kalau kita sedang sulit, perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua, Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang shalih.

Pasangan hidup yang shalih akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang shalih pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada keshalihan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang shalih, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang shalih. Demikian pula seorang istri yang shalihah, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang shalihah.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang shalih.

Saat Rasulullah SAW sedang thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda tersebut : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang shalih, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu".
Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang shalih, dimana doa anak yang shalih kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang shalih.

Keempat, albiatu shalihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih. Orang-orang yang shalih akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang shalih adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang shalih.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab shadaqah, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin shalih, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia ”), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal shalih kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal shalih yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan shalat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal shalih sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, “Amal shalih yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal shalih saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.

Jadi shalat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

dikutip dari : Kebun hikmah