y

The Long Journey

Kemarin, tepatnya hari Kamis, 23 April 2009 kami (rombongan) berangkat ziyarah ke makam wali di Jateng. Disini, saya hendak sedikit berbagi cerita dan pengalaman saya di suatu belahan bumi Jawa yang lain (ehm…). Hhm...pokoknya suka duka deh. Dan kesan terakhir yang didapat sepulang dari ziyarah itu tidak lain dan tidak bukan adalah..’cuapeek…’ Pfiuuh…tapi ngga papa. Yang penting insya Allah dengan perjalanan itu dapat membuat kami (saya khususnya) lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Ziyarah tersebut dimaksudkan untuk mendo’akan para alim ulama yang telah mendahului kita. Selain itu, jelas…ziyarah dimaksudkan untuk membuat kita mengingat mati dan lekas mencari bekal untuk sebuah perjalanan panjang nan melelahkan. Mengenai ziyarah kubur, lebih jelasnya dapat dibaca disini. Selain itu, ziyarah ke makam para waliyullah disini agar kita sebagai umat muslim mengetahui betapa besar perjuangan dan pengorbanan mereka dalam menyebarkan dien Allah khususnya di Pulau Jawa. Sama halnya seperti saat Nabi Muhammad SAW, yang mengorbankan seluruh tenaga dan jiwa raga untuk menegakkan agama Islam. Dan semoga, dengan luasnya penyebaran agama islam di Indonesia sekarang ini khususnya, yang menjadikan Negara tercinta kita ini menyandang gelar sebagai Negara dengan penduduk islam terbanyak (88%), tidak hanya berupa statistika angka belaka. Namun, pemahaman tentang islam dapat merasuk ke hati sanubari masing2 sehingga kita dapat berperilaku sebagai seorang umat muslim yang dapat menerapkan ajaran2 yang telah tercantum dalam Qur’an dan Hadits serta dapat meneladani Rasul sebagai Nabi junjungan kita.
Ehm, ngga usah panjang lebar pengantarnya…karena panjang tambah lebar sama dengan luas dan lama!! (he.he..nyambung ngga sieh??) Lanjut ah, berikut kisah perjalanan yang memakan waktu sekitar 21 jam lebih 10 menit dari waktu keberangkatan (wah..ngitung ya? Engga..kan di busnya ada catatan durasinya!) Let’s check it out!!

Langsung pas berangkatnya aja ya, soalnya nanti kalau diceritakan dari awal persiapan bangun tidur bakalan lama! He..he..biasa, orangnya lelet Be Ge Te.
Oke, lanjut! Kami (saya, abi dan ade’) sholat shubuh dimasjid berjama’ah sekitar pukul 04.30 WIB. Setelah mendapat sedikit penjelasan akhirnya rombongan yang diangkut dengan menggunakan 2 bus pariwisata itu berangkat meninggalkan masjid pukul 05.45 WIB. Disitulah pertamakali perjalanan kami dimulai. Satu jam kemudian, kami sudah berada di Jogja kota dan segera meluncur ke Jawa Tengah. Namun sebelum ke makam wali (rencananya ziyarah ke makam sunan Kalijaga, sunan Kudus dan sunan Muria), kami singgah sebentar untuk ziyarah di Krapyak.

Setelah itu, perjalanan kembali dilanjutkan dan sekitar pukul 13.30 WIB kami sampai di Demak. Sebelum memasuki kompleks masjid Demak, tata kota yang apik dan asri telah menyambut kami dan para peziyarah yang lain. Sepanjang jalan tertulis Asma’ul Husna yang berjajar rapi sebelum masuk ke kompleks masjid. Yang saya fikir aneh, ketika bus sudah berada di depan kompleks masjid para penumpang ngga boleh turun. Nah lo, gimana tuh!! Gini, jadi bus2 yang mengangkut para peziyarah itu diharuskan parkir terlebih dahulu. Oke..ngga papa. Tapi saat tau kalau tempat parkirnya ngga bisa dibilang deket dengan kompleks masjid, kamipun mulai khawatir. Masa iya disuruh jalan segitu jauh?? Tenaang, ternyata di kompleks parkir sudah tersedia layanan antar. Pilih mana, menuju masjid dengan naik kuda? (eh..naik andong maksudnya!) bisa, atau mau yang lebih cepet..bisa juga. Disana tersedia banyak ojek. Atau, mau berdua atau bertiga sama keluarga? Boleh, naik becak aja. Ongkosnya pun ngga mahal2 amat. Cuma Rp. 2000 per orang. Murah bukan?!? Udah ah, kenapa malah jadi promosi jasa angkutan sih?!? ^^.
Ya udah, lanjut ya…Ceritanya udah sampe di Masjid Agung Demak nie. Sampai disana jama’ah langsung mengambil air wudhu dan segera menunaikan sholat Dzuhur secara berjama’ah. Karena banyak juga yang membawa anak kecil yang masih doyan susu, maka saat hendak sholatpun ada adegan susu tumpah segala. Pas dibelakang shof wanita. Walah…terpaksa pindah posisi nieh. Ya udah, ngga papa. Namanya juga anak2. Dulu kita kan juga begitu ya, malah lebih parah mungkin (^^). Kami menunaikan sholat jama’ taqdim Dzuhur dan Asar mengingat perjalanan yang ditempuh masih cukup jauh.
Setelah sholat, kami (rombongan/jama’ah) segera berziyarah ke makam Raden Fattah/Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.

Disana juga terdapat museum yang berisi barang2 bersejarah atau tepatnya barang peninggalan para sunan dan kerajaan. Diantaranya adalah Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M. Ada juga Situs Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi. Kemarin sempat lihat, masih ada airnya dengan pagar disetiap sisinya. Dan didalamnya terdapat beberapa ekor ikan (loh…)

Sekian ziyarah di kompleks masjid Demak. Para jama’ah kembali ke parkiran bus, istirahat sebentar, lalu perjalanan dilanjutkan ke makam sunan Kalijaga. Tidak begitu jauh dari lokasi bus, hanya beberapa menit saja. Sesampainya disana saat memasuki gerbang komplek, mata langsung dimanjakan dengan berbagai macam jenis barang dagangan disetiap kanan kiri jalan. Kalau saya sih, cukup melihat saja. Tidak begitu tertarik. Oya, satu yang harus dipersiapkan para peziyarah, yaitu uang receh. Kenapa, karena setiap kaki melangkah menuju makam wali disitu pula ada (maaf) pengemis atau orang minta2. Entah itu mulai dari anak2 hingga orang tua (simbah2) sekalipun. Banyak sekali. Seperti sudah menjadi profesi lazim mungkin ya. Namun para peziyarah juga tidak pelit (terutama rombongan saya..he..he..) maunya sieh, setiap pengemis mau dikasih, tapi itu akan lama dan mengundang yang lain. Jadi ya beberapa aja. Dan mereka cenderung selektif juga. Saya perhatikan yang dikasih hanyalah orang yang benar2 tidak mampu secara fisik ataupun sudah sangat sepuh (tua). Dan yang paling bikin semangat para pemberi itu adalah bahwa dalam setiap keping yang mereka berikan akan meluncur do’a. “Alhamdulillah, maturnuwun Den. Mugi2 sami sehat, kaparingan berkah saking Gusti Allah, ketampi sedaya amal saenipun, dipun kabulaken ingkang dados panyuwunanipun...bla..bla..” (tau ngga artinya?? Enggak?? Sama…^_^)
Para peziyarahpun semakin semangat buat ngasih, tak lupa dengan senyum manis, pake tangan kanan, sambil bilang ‘semoga bermanfaat ya..’. Kalau sepanjang jalan hanya sibuk merogoh kantong buat menyantuni mereka, yang ada malah ngga jadi ziyarah karena kemaleman di jalan…betul nggak?? Oya, satu yang sedikit membuat saya geli. Salah seorang dari jama’ah saya, setiap kali peziyarah lain memberi uang kepada para pengemis dan saat si pengemis tsb mendo’akan, dia hanya ikut meng-amini saja.
“semoga diberi kesehatan, semoga dikabulkan do’anya, semoga..bla..bla…”
“Amin-amin-amin…” begitu berulang-ulang. Rupanya dia lebih fokus untuk berziyarah ke makam dan lebih suka memasukkan uang di kotak infak yang sudah disediakan. Tapi memang ngga ada salahnya menyantuni mereka. Mungkin dia ngga mau repot merogoh kantong dan menyeleksi pengemis mana yang patut diberi karena memang dia sendiri membawa anak kecil. Jadi yah..jalan lurus2 aja. Dan setiap saya mendengar dan melihat adegan ‘amin-amin’ itu, saya hanya bisa menahan geli. Walah..walah! Ada-ada saja…

Satu lagi untuk memudahkan perjalanan anda, bawalah selalu kantong plastik yang muat untuk tempat sandal. Karena dari pintu gerbang makam hingga menuju makam utama jaraknya cukup jauh, maka jika anda tidak ingin kehilangan sandal karena dilepas di depan gerbang masukkan sandal kedalam kantong plastik dan dibawa serta masuk ke dalam kompleks makam. Begitu lebih praktis dan aman. Karena tidak sedikit peziyarah yang masuknya memakai sandal, pulangnya bertelanjang kaki alias nyeker karena sandalnya keliru atau diambil orang. Yah, mereka hanya bisa bilang..”Ya wiss, ikhlaske wae”. Hmm..kasian juga. Udah, ngga usah mikirin sandal.

Lanjut perjalanan ke makam sunan Muria. Muria oh Muria…Ternyata perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai sekarang ketika hendak berziyarah ke makam sunan Muria. Dari kejauhan, sudah nampak gunung Muria yang menjulang tinggi. Kami rombongan nggak nyangka kalau sesungguhnya sedang menuju kesana. Beberapa saat kemudian, bus berjalan pelan karena memang menanjak naik. Berkelok-kelok lagi…tapi mata kami kembali dimanjakan pemandangan indah di kanan-kiri jalan. Pemandangan kota yang asri dan permai. Jadi pengen nyanyi…’naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali. Kiri-kanan kulihat saja…’ Ehm..kelamaan. Setelah setengah naik, bus diparkir di tempat parkir (iyalah, masak di tempat sholat!!) Disitu sudah banyak layanan ojek yang siap mengantar jama’ah naik ke puncak. Harganya lumayan mahal, Rp.7000 sekali jalan. Lalu setelah turun dari bus, kami berunding sejenak. Diambillah kesepakatan bahwa tidak ada yang naik ojek. Semua jalan…waah…oke tuh. Kami semua berjalan melewati jajaran tukang ojek yang sudah buru2 pake helm, naik motor dan menggebernya sambil menunggu giliran keluar (ojek berbaris rapi didepan halte yang kanan kirinya di beri rantai pembatas agar tidak liar –dikira macan, liar-. Untuk mengambil penumpang, menunggu rantai dibuka dan ojek satu persatu keluar). Namun malang, setelah melihat tidak satupun rombongan yang ingin menggunakan jasa mereka dan lebih memilih naik sandal (jalan maksudnya..^^) merekapun hanya bisa senyum pasrah sambil mematikan mesin motornya. “Yah, mlaku kabeh…” (yah, jalan semua…) Kamipun hanya tertawa melihat aksi2 mereka. Ya, saat ini kami bisa tertawa…namun tidak tau bahwa medan yang akan kami lewati sesungguhnya sudah cukup membuat kami setengah menangis dan hujan peluh…

Kami mulai meniti anak2 tangga menuju makam sunan Muria. Satu anak tangga, dua, tiga, sepuluh, duapuluh, belum terasa lelah. Namun ternyata, masya Allah…kami sesungguhnya belum tau bahwa ratusan anak tangga selanjutnya sudah menanti kita diatas. Kaki rasanya sudah cuapeek banget. Udah ngga mau diajak jalan. Peluh sudah mengalir deras. Dan saat kami beristirahat sebentar, saat itu juga disamping ada seorang penjual VCD. (dikanan kiri banyak pedagang) Disitu distel kaset perjalanan menuju makam sunan Muria. Dan dari situlah kami baru sadar, bahwa perjalanan dari mulai anak tangga pertama sampai puncak adalah sejauh satu kilometer. Masya Allah, padahal kita belum ada setengahnya. Terdengarlah adzan maghrib, wah harus cepat2 nieh. Tapi kaki udah pegeel banget. Ayolah kaki, semangath!! Tiba di pemberhentian, (agak datar) disitu tersedia toilet dan tempat wudhu pria dan wanita. Akhirnya yang nyampe duluan segera berwudhu. Kita lanjutkan lagi merangkak ke atas dengan sisa2 tenaga…(segitunya..tetep jalan kok. Malu dong klo suruh merangkak ^^) Nah, ceritanya kita udah sampai ni di puncak. Huuh..angin malam segera menerpaku. Sejuuuk sekali, setelah sekian lama mendaki gunung Muria. Dibawah pemandangannya juga sangat indah. Kerlap-kerlip lampu mulai terlihat. Subhanallah, bibir tak berhenti berdecak dan bertasbih. Lalu kami semua menuju masjid. Didepan masjid, kami (saya khususnya) sempat terbengong tak berdaya. Dengan melihat posisi masjid yang berada diatas dan tangga yang harus dilalui bila hendak mencapai masjid tsb cukup mengingatkan kami akan perjuangan saat menuju ke puncak. Waduuh…sungguh membuat syok. Kenapa ngga datar2 aja ya?! Okeh..ngga papa. Dengan sisa2 tenaga kami mulai merangkak (loh, pengulangan adegan, he..he..).

Setelah itu kamipun menunaikan sholat. Usai sholat, tiba2 secara tak disangka2 lampu mati!! Seketika kegelapan malam di puncak gunung Muria mulai menyelimuti. Beberapa detik kami tidak bergerak, mencoba menjernihkan pikiran. Yang bawa haPe mulai inisiatif menghidupkannya (meski ngga ada sinyal) untuk sekedar penerangan. Yang tadinya agak berisik, mendadak diam seribu bahasa. Namun, beberapa saat kemudian lampu kembali terang. Serentak terdengar ‘Alhamdulillaaaahhh…’ dari mulut masing2. Wah, kompak banget deh…Naah, setelah sholat dan lampu terang kami beranjak menuju makam sunan Muria. Kembali, siapkan kantong plastik untuk membawa sandal anda. Disana ternyata sudah banyak orang yang berziyarah. Ternyata durasi ziyarah dibatasi. Tidak boleh lama2, karena memang banyak yang antri. Setelah beberapa saat, ziyarah di makam sunan Muria usai. Kami kembali menuju tangga yang siap untuk dilewati oleh kaki-kaki lelah kami. Dan betapa kagetnya kami setelah sadar bahwa lampu sebenarnya belum menyala. Lampu yang menyala tadi dikarenakan memakai tenaga diesel. Dan yang tidak punya diesel harus rela bergelap-gelap ria. Dan itulah, kami harus kembali meniti tangga yang curam menurun dalam keadaan gelap gulita. Masya Allah, sungguh perjalanan yang tidak bisa dibilang ringan. Kami saling berpegangan (saya dan abi, adek udah jauh didepan…) untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Karena kondisi jalan/tangga yang sudah tidak sempurna, banyak diantara kami yang terpeleset dan tersandung. Hanya beberapa dari kami yang membawa senter kecil. Dan itulah salah satu penerangan yang diandalkan untuk orang2 yang berada dibelakangnya. Semoga, setitik sinar yang dihasilkan dari senter itu dan yang menerangi jalan orang2 untuk sekadar menghindari lubang dapat membawa kebaikan bagi mereka yang ikhlas.

‘Alhamdulillah’ serta merta meluncur dari mulut masing2 (seperti saat lampu terang di puncak) saat kaki meninggalkan anak tangga terakhir. Hhuuh..sungguh perjuangan. Namun bayangan ingin segera masuk bus dan duduk tenang harus dihapus dalam benak ketika saat rombongan menuju bus dimana terakhir terparkir dan melihat bus sudah tidak ada ditempat. Walah, gimana ini. Kepanikan kembali melanda. Ingat, saat itu masih dalam keadaan gelap gulita. Panitiapun segera mengambil tindakan, apa tindakan yang diambil? Mondar-mandir mencari dua bus pariwisata dengan membawa mega phone sambil memanggil2 berharap sang sopir bus mendengar dan segera memberi tanda dimana dia parkir. Terpaksa jama’ah terlantar di pinggir jalan sambil harap2 cemas. (mungkin mengira busnya nyasar kali ya..) Sesaat terdengar sebuah bus membunyikan klakson berkali2. Merasa yakin bahwa bus itu adalah yang dimaksud, serentak kami berbondong2 turun (jalan menuju tempat parkir menurun) mendekati bus yang tadi meng-klakson. Belum sampai disitu, satu panitia yang berada di belakang berteriak “Jama’ah Nuurul Arqam, bisnya disini..bisnya disini…” Kami yang sudah sampai dibawah, hanya bisa bengong dan saling tatap (emang keliatan, orang gelap yee…) dan terpaksa putar balik lagi menuju bus yang dimaksud. Dan ternyata benar, lah yang tadi mainan klakson busnya siapa dong?! Kemudian lewatlah sebuah bus yang tadi kami kira itu bus jama’ah kami. Dengan cermat kami mengamati, dan ternyata memang bukan. Walah…kok ya iseng banget sih yak pake klakson2 segala. Bikin repot aja…

Pfiuuh..akhirnya bisa juga diri ini melepas lelah di dalam bus. Menikmati buaian udara yang berasal dari air conditioning dalam bus. Tapi baru berasa kalau sang kaki udah senut2. Tak apalah…yang penting sekarang bisa sejenak beristirahat.
Bus kembali menuruni gunung dan selanjutnya menuju makam sunan Kudus. Sesampainya di kompleks makam, didepan masjid Kudus menjulang menara yang terbuat dari batu bata merah yang lebih terkenal dengan sebutan menara Kudus. Dari sekian makam sunan yang telah kami ziyarahi, di makam sunan Kuduslah yang paling ramai. Benar2 ramai, dari mulai anak2 hingga orang tua. Saat itu jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Selesai ziyarah di makam sunan Kudus, kami kembali ke bus satu jam setelahnya. Jam menunjukkan pukul 22.30 WIB malam. Istirahat sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang. Dalam perjalanan pulang, semua jama’ah sudah terlihat sangat lelah, letih, lemah, lunglai (tapi bukan anemia lho ya..). Dan tidak sulit untuk terlelap. Hhm…meskipun para penumpang sudah terlelap, namun bus tetap merayap melewati jalan2 aspal untuk mengantar kami kembali pulang. Pemandangan malam di jalan-jalanpun sangat sayang untuk dilewatkan. Meskipun tengah malam, masih banyak juga aktifitas yang masih menggeliat di pinggir jalan. Tak terasa, matapun sudah saatnya istirahat. Jam menunjukkan pukul 2.30 WIB dini hari saat bus akan naik (dari Jogja menuju Kab. Gunungkidul). Bus mulai berbelok-belok melewati jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan malam yang tetap elok..(alah..) Sebentar lagi akan sampai rumah nieh…

Saat sampai, jam menunjukkan pukul 3.30 WIB dini hari. Sebelum turun, sekilas sempat melihat lama perjalanan yang ada dalam bus. 21 jam 10 menit. Lama nian…Ya sudahlah, yang penting sekarang sudah sampai dengan selamat tak kurang suatu apa! Akhirnya the long journey telah berakhir. Saatnya istirahat.
Semoga diterima segala amal dan diampuni dosa para alim ulama yang telah mendahului kita. Dan semoga kita lebih dapat mengingat sesuatu yang paling dekat dan yang terus mengintai, mati. Dan lekas2 sadar akan dosa yang telah diperbuat, dan sudah seberapa banyakkah bekal amal yang akan kita bawa kelak dengan harapan akan lebih bertaqwa kepada Allah SWT.
Sekian kisah perjalanan ziyarah kami ke makam para sunan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

1 komentar :

Dwif mengatakan...

aku dulu tahun 2003 juga pernah ziarah ketempat tsbt. Rindu juga sih pengen ziarah lagi.

banyak sekali hikmah dr ziarah kubur. yg jelas bikin adem di hati...:)

Posting Komentar