y

Kebohongan Ibu Membuatku Bahagia

Saat kecil, kumerasa aku adalah anak yang paling bahagia. Minta ini dituruti, minta itu diberi… Kasih sayang ibu kepadaku juga begitu besar. Tidak sampai ibu memarahiku, apalagi memukulku.
Namun saat usia beranjak lima tahun, saat itu juga aku mulai mengenal bangku sekolah. Bukan sekolah tepatnya, tapi bermain. Mengenal beberapa teman dan dua orang dewasa yang selalu mengajari kami ditempat itu. Baru kutahu kalau dua orang dewasa itu disebut ibu guru. Ibu masih saja setia dengan kasih sayang yang diberikan padaku. Namun, kurasakan kasih sayang itu kian luntur.

Ibu jadi sering memarahiku, atau bahkan tidak segan mencubit bagian tubuhku ketika beliau memerintahkan sesuatu namun tidak kuindahkan karena aku lebih asyik bermain. Aku sering menangis, dan menganggap ibuku jahat. Belum lagi, saat aku terlibat pertengkaran dengan seorang teman. Ibu tidak pernah membelaku, justru beliau memarahiku. Tidak jarang kurasakan kebahagianku yang dulu telah hilang. Kini aku merasa menjadi anak yang tidak dekat dengan kebahagian seiring dengan perilaku ibu yang sering memarahiku dan tidak sesering dulu menuruti permintaanku. Kenapa Tuhan… kini ibuku tidak sayang lagi padaku…
Namun pengaduanku kepada Tuhan itu serta merta terjawab saat kurasakan belaian lembut dikepalaku saat aku tertidur setelah sempat kurasakan kemarahan ibu. Apakah ibu menyesal karena telah marah padaku?? Ah…dalam hati aku berkata damai, ‘ternyata ibu masih sayang padaku!!’ Tapi apakah aku masih merasa menjadi anak yang paling bahagia??
Saat usiaku mulai mengajakku untuk sedikit berfikir, saat itu pula kusadari bahwa ibu telah mulai tidak jujur padaku. Begitu banyak kebohongan yang ibu katakan…

Kondisi ekonomi keluarga terpaksa mengajak kami untuk tidak dapat merasakan kenikmatan berlebih dalam hal materi seperti orang-orang lain. Ketika makan, sering kali ibu memberikan sekedar nasinya untukku. Seraya memindahkan ke dalam piring kecilku, ibu berkata…”Makanlah nak, ibu masih kenyang…” (KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA)

Suatu siang terik, masih dibangku sekolah yang lebih kuanggap tempat bermain. Kulihat ibu telah setia menungguiku dibawah pohon sawo. Saat kuhampiri, kulihat peluh yang meleleh disekitar wajah ibu. Dengan cekatan ibu menggendongku dalam perjalanan pulang. Kulihat, peluh semakin banyak diwajah bahkan sekujur tubuh ibu. Saat aku minta turun untuk jalan sendiri, ibu berkata…”Tidak usah nak, ibu tidak capek…” (KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA)

Masih kuingat saat malam mulai merayap, hujan lebat menerpa pohon-pohon, hembusan angin menerpa dedaunan dan hawa dingin mulai menusuk tulang. Kami berdua tidur diatas kasur kusam dan berselimutkan kain tipis. Kurasakan ibu menyelimutiku dengan rapat. Saat kulihat ibu tidak berselimut, ibu berkata…”Lekaslah tidur anakku, ibu tidak kedinginan…” (KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA)

Ketika telah menduduki sekolah dasar, aku mengikuti upacara hari kemerdekaan di lapangan sekolah. Kulihat ibu setia menunggu diantara ibu-ibu yang lain. Ketika usai, kuhampiri ibu yang dengan senang hati menyambutku. Diulurkannya kepadaku segelas es teh manis untuk segera kuminum. Aku memang berpeluh, namun ibuku juga tidak kalah berpeluh. Setelah kuteguk beberapa, kuulurkan kembali kepada ibu bermaksud menyuruhnya minum. Namun sambil tersenyum ibu berkata, “Habiskan saja, ibu tidak haus…” (KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT)

Pagi-pagi, kulihat ibu telah tiba dari pasar. Dalam tas yang dijinjingnya, ibu keluarkan sebungkus ikan basah yang dibeli tadi di pasar. Ibu beli ikan…aku senang bukan main. Begitu juga ibu, kulihat senyumnya mengembang. Segera dimasaknya ikan itu.
Begitu aku tiba dari sekolah, telah terhidang sepiring nasi dengan sayur bayam dan sepotong ikan goreng. Dengan lahap aku menyantapnya karena tidak sering aku merasakan seperti ini. Kuperhatikan ibu makan disampingku hanya dengan sayur bayam dan sedikit sambal. Ketika kuambilkan sepotong ikan dipiring, ibu menolak dan mengembalikannya. Ibu meneruskan makan, dan demi melihatku yang memandangnya beliau berucap, “Teruskan makanmu, ibu tidak suka ikan…” (KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA)

Saat ujian tiba, aku benar-benar mempersiapkan semuanya. Aku tidak mau mengecewakan ibu yang telah tulus atas semua yang diberikannya padaku selama ini. Aku belajar dan berdo’a tak henti-hentinya supaya dapat lulus sekolah dasar dan melanjutkan ke tingkat selanjutnya. Tiba mata pelajaran matematika yang besok akan diujikan, aku menambah porsi belajarku mengingat aku tidak terlalu mahir dalam pelajaran ini. Hingga larut malam, ibu masih menemaniku. Setelah lelah, akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi belajarku dan beranjak tidur. Namun kulihat ibu pergi ke dapur dan menyiapkan kotak makan serta perlengkapan lainnya untuk kubawa ke sekolah besok. Ketika akan kubantu, ibu menjawab “Cepatlah tidur. Besok kamu akan ujian, biar ibu saja yang menyiapkan semuanya. Ibu tidak ngantuk…” (KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM)

Ujian usai, dan akan diadakan program study tour. Semua teman menyambut dengan gembira. Saat kusampaikan hal ini kepada ibu, kulihat ibu sedikit merenung. Aku tahu ibu tidak punya biaya untuk itu. Beberapa malam berikutnya, disaat teman-temanku membicarakan soal study tour aku tidak berani bicara soal itu pada ibu. Aku lebih memilih diam, takut kalau menyakiti hati ibu. Namun ketika acara study tour hampir tiba, ibu bicara padaku. “Kalau mau ikut, ikut saja. Tapi ibu tidak bisa memberi bekal lebih.” Kujawab, “Tidak usah bu, tidak ikut juga tidak apa-apa kalau memang kita tidak ada biaya.” Namun ibu menjawab dengan lembut, “Tenang saja, ibu punya duit…” ya Tuhan, hanya demi melihatku bahagia… (KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH)

Penerimaan rapor usai. Dengan bangga kubuka lembar demi lembar raporku untuk kutunjukkan pada ibu. Tertera sebuah angka disana yang menunjukkan rankingku. Dengan senyum gembira ibu memelukku hangat dan membelai kepalaku yang masih berbalut jilbab seragam. Tidak sulit memang menorehkan angka yang ada diraporku itu. Namun betapa sulitnya untuk menggerakkan tangan seorang guru untuk kemudian membentuk angka lurus dalam rapor. Ya, aku ranking satu bu… inilah hadiah untukmu. Setelah pengorbananmu padaku. Do’amu dan nasehatmu senantiasa mengalir tanpa kuminta. Bagai sebuah mata air yang mengalirkan airnya tanpa mengharap air itu akan kembali pada sumbernya.

Setelah semua kebohonganmu, sempat membuat hatiku trenyuh. Namun, itu jualah yang membuat hatiku kuat dan semangat untuk bertekad. Aku tak tahu sudah berapa ribu kebohongan serupa yang kau lontarkan selama ini. Selama beberapa tahun belakangan ini. Kuyakin sudah sangat banyak. Dan sampai kapan kau akan terus berbohong, aku tak tahu.

Setelah semua yang kualami bersamamu, aku baru sadar. Memang benar…saat ini aku masih menjadi anak yang paling bahagia. Sampai nanti…sampai nanti…
Thank’s Mom and Dad…^_^

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

dikutip dari Ady Weblog

Permudahlah Maafmu...

“Kulihat tiga orang anak kecil dibawah pohon mangga di depan rumahku. Mereka terlihat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Kuamati, ternyata mereka sedang menyusun balok-balok kayu kecil layaknya rumah atau bahkan ada yg menyerupai mobil-mobilan dan lain sebagainya. Namun tiba-tiba, susunan rumah yang sudah hampir jadi itu jatuh berantakan. Sangat berbeda dengan beberapa detik yang lalu, saat hanya kurang menambahkan sekeping balok sebagai atapnya…rumah itu akan telah sempurna. Seorang anak yang merasa menyenggol susunan balok-balok itu hanya terdiam. Begitu pula sang empunya, hanya menatap nanar didepan bangunan impiannya yang susah payah dibangun, kini telah porak poranda. Sejenak kesibukan mereka terhenti, tak terdengar gurauan renyah lagi, tetapi samar berganti isak tangis yang mengiris hati.

Tiba-tiba saja, kulihat sebuah uluran tangan tulus bersamaan dengan lontaran kata ‘maaf’ yang terdengar halus dari bibir seorang bocah. Sejenak isakan bocah yang lain terhenti, menatap tajam sambil mengusap air mata yang terus meleleh. Hingga akhirnya, tak sia-sialah uluran tangan dan lontaran maaf itu. Disambutnya dengan hangat, dan seketika isakan tangis berubah menjadi canda dan gurau yang indah…”

Kenikmatan memberi maaf lebih indah daripada meminta maaf. Kenikmatan memberi maaf akan diikuti dengan pujian, sedangkan kenikmatan meminta maaf akan diikuti dengan penyesalan seusai berbuat khilaf.
Kita diingatkan dengan sebuah perkataan mulia dari seorang sahabat tersohor, Umar bin Kaththab r.a, beliau menuturkan,
“Sebaik-baiknya memberi maaf adalah memberi maaf ketika mampu dan sebaik-baiknya kesederhanaan adalah kesederhanaan ketika mampu.”
Selain ungkapan para sahabat terkait dengan pemberian maaf ini, para generasi terdahulu lainnya ikut menyumbangkan pesan-pesan yang bermakna sangat dalam. Dengan susunan kata-kata yang sederhana, namun didalamnya mengandung hikmah yang luar biasa. Adalah Said Ibnu Musayyid, beliau menuturkan, “Seorang pemimpin yang memberi maaf lebih baik daripada memberikan hukuman.”
Namun sangat jarang sekarang ini, kita dapati seorang pemimpin atau apalah namanya yang dengan senang hati dan ikhlas sudi menerima maaf dari orang lain atau dari orang yang dipimpinnya tanpa mengantongi ‘syarat’ yang sekiranya dapat menebus kesalahan orang tersebut. Apalah syarat itu kalau tidak berupa hukuman sebelum akhirnya kata ‘saya maafkan kamu’ itu terlontar.

Bukan hanya pemimpin, kita kaca pada diri sendiri. Sering merasa berat dan gundah meskipun hanya untuk menerima maaf dari seseorang yang mungkin telah melakukan khilaf pada kita. Padahal sebenarnya, obat paling mujarab untuk mengobati rasa sakit hati kita pada orang lain yang telah berbuat salah hanyalah membukakan pintu maaf.
Ketika tangan dan tubuh bebas bergerak ditambah dengan keleluasaan untuk memberi maaf kepada orang lain, kelebihan ini tentu akan membuahkan ketenangan hati. Lain halnya, bila dendam kesumat membara dalam dada ditambah lagi angan yang tak kunjung terwujud, tentu akan menambah sesak dan sempitnya hati.

Kita sebagai makhluk-Nya yang dhoif, tidak sepantasnya merasa congkak dengan tidak mau membuka pintu maaf kepada mereka yang mungkin dengan sengaja atau tidak sengaja menyakiti hati kita. Simaklah suatu hadits dibawah ini,
Dari Anas radhiallahu 'anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”.
(HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih)

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ia berkata, “…Allah tidak akan menambah kepada orang yang pemaaf kecuali kemuliaan. Tidaklah seseorang yang merendahkan diri kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”
(HR. Muslim)

Simaklah penuturan Al-Makmun, beliau berucap, “Aku menginginkan supaya orang-orang yang berbuat dosa mengetahui jalan pikiranku dalam memberi maaf supaya jiwa mereka selamat.”
Al-Makmun pernah dihadapkan kepada seorang yang telah berbuat jahat. Lalu Al-Makmun bertanya kepadanya, “Apakah kamu orang yang telah berbuat ini dan itu?”
Dia menjawab, “Benar, wahai Amirul Mukminin, akulah orang yang telah melakukan perbuatan ini dan itu, tapi aku bergantung kepada maafmu.” Lalu Al-Makmun memaafkannya dan mudahlah jalannya.

Memberi maaf bukanlah merupakan suatu tanda kerendahan diri yang kita miliki. Namun, kenikmatan memberi maaf selain dapat mengobati rasa sakit hati yang mungkin telah tergores, selain dapat mempererat tali silaturahmi sesama makhluk ciptaan Allah, memberi maaf juga akan mendapat janji surga dari Allah Ta’ala. Firman Allah,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Al-Imran : 133-134)

Allah juga berfirman,
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, (namun) barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang menjahatinya) maka pahalanya ditanggung Allah (karena mulianya). Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berbuat dzalim (menjahati/ merugikan orang)."
(QS. Asy-Syuura : 40)

“Wahai Rabb-ku, jikalau bukan karena cinta-Mu untuk memberikan ampunan kepadaku, tidaklah orang yang menentang-Mu akan menunda diri dalam meminta ampunan-Nya. Dan jikalau bukan karena maaf dan kemuliaan-Mu, niscaya seorang hamba tidak akan merasakan indahnya surga-Mu. Maka anugerahkanlah kepada kami maaf dan kemuliaan-Mu, wahai Dzat pemberi maaf lagi pemberi nikmat…”


Hilangnya Pahala Sedekah

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
(QS. Al-Baqarah : 264)

Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Dalam ayat diatas Allah memberikan informasi bahwa pahala sedekah itu dapat hilang disebabkan karena diungkit-ungkit dan tindakan berupa menyakiti orang yang diberi sedekah setelah sedekah diberikan. Jadi, dosa mengungkit-ungkit dan menyakiti hati orang yang menerima sedekah itu menyebabkan hilangnya pahala sedekah.”

Kemudian beliau berkata, “Artinya janganlah kalian membatalkan pahala sedekah kalian dengan menyakiti dan mengungkit-ungkitnya, sebagaimana tidak bernilainya sedekah orang yang riya. Orang yang riya, adalah yang menampakkan sikap di hadapan orang lain bahwa dia ikhlas dalam beramal, padahal maksud sebenarnya adalah agar dipuji oleh orang sehingga banyak orang yang mengagumi. Atau agar disebut sebagai seorang dermawan dan maksud-maksud keduniawian lainnya. Orang yang riya’ tidak memiliki perhatian untuk taat kepada Allah, mencari ridha-Nya dan mengharap pahala-Nya yang berlimpah.
Imam Ibnu Katsir juga menambahkan, “Hujan tersebut meninggalkan batu besar tadi dalam keadaan kering mengkilat tanpa ada satu pun debu diatasnya, bahkan seluruh debunya hilang. Demikianlah amal orang-orang yang riya, pahala amal tersebut hilang dan lenyap di sisi Allah meskipun terlihat memiliki amal dalam pandangan manusia. Namun amal tersebut tidaklah lebih bagaikan debu.”
(Tafsir Ibnu Katsir 1/246)

Dalam tafsirnya, Ibnu As-Sa’di mengatakan, “Karena sifat kasih sayang yang Allah miliki, Allah melarang hamba-hambaNya menghapus pahala sedekah mereka dengan menyakiti dan mengungkit-ungkitnya. Sehingga dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa menyakiti dan mengungkit-ungkit suatu pemberian itu akan menyebabkan batalnya pahala suatu sedekah. Ayat diatas juga dapat dijadikan dalil bahwa amal kejelekan dapat menghapus amal kebaikan.
Sebagaimana firman Allah yang artinya,
“Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu erhadap sebagian yang lain, supaya tidak menghapus amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.”
(QS. Al-Hujurat : 2)

Sebagaimana kebaikan itu dapat menghilangkan kejelekan, maka amal kejelekan pun dapat menghapus amal kebaikan yang semisal dengannya. Ayat diatas ditambah dengna ayat lain yang artinya,
“Dan janganlah kamu merusakkan amal-amalmu.”
(QS. Muhammad : 33)
Ayat tersebut merupakan dalil yang berisi anjuran untuk menyempurnakan dan menjaga amal dari segala sesuatu yang merusaknya agar amal tersebut tidak hilang sia-sia.

Selanjutnya, amal karena riya’ tidaklah disangsikan adalah amal yang tertolak sejak awal, karena syarat diterimanya amal adalah dimaksudkan untuk mengarap ridha Allah semata. Sedangkan amal orang yang riya’ pada hakikatnya, adalah beramal untuk manusia bukan untuk Allah. Oleh karena itu, segala amalnya akan percuma dan usahanya sia-sia.
Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa mereka tidak mampu memanfaatkan sedikitpun amal yang telah mereka lakukan. Hal ini dikarenakan mereka meletakkan amal tidak pada tempatnya dan menjadikan amal tersebut untuk makhluk yang semisal dengan mereka, yang tidak dapat mengatur bahaya dan manfaat untuk mereka.
Mereka telah berpaling dari beribadahkepada Dzat yang ibadah tersebut mampu mendatangkan manfaat untuk mereka sendiri. Oleh karenanya, Allah palingkan hati mereka dari hidayah. Mengingat hal tersebut, Allah mengakhiri ayat di atas dengan firman-Nya yang artinya,
“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
(Tafsir As-Sa’di, hal. 113-114)

Pembatal Pahala Sedekah
Pertama, mengungkit-ungkit pemberian. Perbuatan ini termasuk dosa besar, karena orang yang mengungkit pemberian Allah tidak memandangnya pada hari kiamat kelak. Tidak Allah sucikan dan untuk mereka siksa yang pedih.
Nabi SAW bersabda, “Ada tiga jenis manusia yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari kiamat, tidak Allah sucikan, dan untuk mereka disiapkan siksaan yang pedih. Pertama, adalah orang yang menjulurkan kainnya di bawah mata kaki. Kedua, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, tidak ada satupun pemberian kecuali pasti dia ungkit-ungkit. Ketiga, orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”
(HR. Muslim)
Hakikat mengungkit-ungkit sedekah, adalah menyebut-nyebut sedekah dihadapan orang yang disedekahi untuk menunjukkan bahwa dia memiliki jasa atas orang tersebut. Kewajiban kita bersama untuk measpadai penyakit ini, karena ini dapat menghapus pahala sedekah dan menyebabkan datangnya murka Allah.

Kedua, menyakiti. Yaitu segala sesuatu yang menyebabkan orang lain dapat tersakiti baik berkaitan dengan agama, kehormatan, badan ataupun harta seseorang. Yang dimaksud tindakan menyakiti yang dapat membatalkan pahala sedekah, adalah kata-kata penuh angkuh dihadapan orang yang diberi sedekah dan kata-kata yang menghinakannya, ataupun kata-kata melecehkan kehormatan dan kedudukannya padahal orang tersebut adalah seorang mukmin. Dan semua mukmin adalah wali Allah.
Dalam hadits qudsi, Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa memusuhi wali-Ku, Aku umumkan perperangan dengannya.”
(HR. Bukhari).
Yang dimaksud memusuhi wali Allah adalah melakukan hal-hal yang menyebabkan dia merasa terganggu atau bahkan lebih parah daripada itu.

Ketiga, riya’. Riya’ adalah memamerkan amal dihadapan orang lain dengan harapan mendapat pujian, dan sejenis dengan itu.

Ketiga hal diatas sama-sama mampu membatalkan pahala sedekah. Dengan kata lain, riya merupakan salah satu pembatal pahala sedekah sebagaimana menyakiti dan mengungkit-ungkit. Akan tetapi riya’ bersifat umum untuk sedekah dan ibadah yang lainnya, seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, berhaji, berumrah, berjihad dan berdakwah. Oleh karena itu riya lebih berbahaya daripada menyakiti dan mengungkit-ungkit.
Dalam ayat diatas terdapat isyarat bahwa orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, menyakiti orang beriman dan orang riya, maka mereka ini lebih dekat dengan kekafiran dan dapat dikatakan sebagai orang yang kafir terhadap nikmat Allah karena tidak bersyukur dengan nikmat dan menggunakan nikmat untuk melakukan amal-amal yang disukai oleh pemberi nikmat.

Pesan yang terkandung:
Pertama, amal kejelekan mampu membatalkan pahala amal kebaikan sebagaimana amal kebaikan dapat menghapus amal kejelekan.
Kedua, Allah menganjurkan orang-orang yang beriman untuk menjaga dan menyempurnakan amal dari segala hal yang mampu merusaknya.
Ketiga, mengungkit pemberian, menyakiti hati orang yang diberi sedekah dan riya merupakan penyebab terhapusnya pahala sedekah.
Keempat, orang yang melakukan ketiga perkara tersebut diatas (mengungkit, menyakiti, riya) adalah orang yang dekat dengan kekafiran atau kufur dengan nikmat yang Allah berikan.

Marilah kita bermohon pada Allah supaya senantiasa diberi kekuatan hati dan kekuatan iman agar tidak terlena dengan kenikmatan duniawi. Dengan memperbanyak sedekah yang tentunya didasari dengan rasa ikhlas dan mengharap ridha Illahi, semoga dapat menghantarkan kita pada gerbang kemuliaan.
Beribadah tak terpatri duniawi, beramal tak terpatri pujian. Begitulah seharusnya yang terukir dalam hati sanubari kita masing-masing. Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan mengampuni dosa-dosa yang telah menggunung dan seluas samudera. Amin.

Hendak Kau Kemanakan Pandanganmu??

Mata adalah cermin dari hati. Apabila seseorang mampu menjaga pandangan matanya, maka hati juga akan mampu menahan aliran syahwat dan keinginannya. Kalau ia melemparkan pandangannya dengan bebas, maka hati juga akan dengan bebas mengumbar syahwat dan keinginannya. Berbagai gambaran dari pandangan mata akan terukir dalam hati tersebut, sehingga menyebabkan sang hati tidak mampu memikirkan hal yang lebih berguna baginya di akhirat.
Karena pandangan mata yang bebas adalah penyebab masuknya hawa nafsu ke dalam hati, maka Allah memerintahkan kita agar menjaga pandangan mata untuk menghindari akibatnya.

Allah berfirman yang artinya,
“30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya….”

(QS. An-Nur : 30-31)

Salah satu cara untuk dapat menahan diri untuk tidak mengumbar pandangan adalah bertakwa kepada Allah. Yaitu menyadari bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, melihatnya kapan dan dimana saja sehingga ia merasa takut kepada dahsyatnya siksa Allah di setiap nafas dan setiap nafas.
“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah : 194)

Muhammad bin Ali At-Tirmidzi mengatakan, “Sadarlah bahwa kamu senantiasa dalam pengawasan Dzat yang tidak mungkin dirimu menghindari dari pandangan-Nya.”
Ibnul Qayyim r.a mengatakan, “Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menyuruh kaum mukminin menjaga pandangan dan memelihara kemaluan mereka, dan memberitahukan bahwa Allah selalu melihat dan memperhatikan perbuatan mereka.
“Allah mengetahui pandangan mata yang berkhianat.”
(QS. Al-Mukmin : 19)

Karena yang menjadi pangkal utama adalah pandangan mata, maka Allah mendahulukan perintah menjaga pandangan mata daripada memelihara kemaluan. Semua petaka itu bermula dari mata, sebagaimana api yang besar juga berasal dari percikan api yang kecil. Dimulaid ari mata, lalu menjadi angan-angan, lalu langkah perbuatan, akhirnya terjadilah dosa dan kesalahan.
Oleh sebab itu, ada ulama yang menyatakan, “Siapa saja yang menjaga empat hal ini, berarti telah memelihara agamanya : pandangan mata, bersitan hati, ucapan dan langkah kaki.”
Seorang penyair pernah mengungkapkan, “Kesabaran menahan pandangan lebih mudah daripada kesabaran menahan akibatnya.”
Penyair lain menyebutkan, “Segala bencana berasal dari pandangan mata, api yang besar berasal dari percikan api semata. Berapa banyak pandangan mata menghujam hati pemiliknya, bagaikan anak panah tanpa busur dan tanpa tali pelecutnya.”
Selama seorang hamba masih memiliki mata yang dia hujamkan sesukanya terhadap wanita cantik jelita, bahaya selalu akan mengintainya. Yang nikmat dalam pandangan mata terkadang berbahaya bagi hati pemliknya, tidak ada gunanya kesenangan yang berakhir dengan penderitaan semata.

Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita. Hati-hatilah terhadap godaan dunia dan godaan wanita, sesungguhnya bencana pertama yang menimpa Bani Israil adalah dari wanita.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah r.a, bahwa dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan haram yang tidak disengaja. Maka beliau menyuruhku untuk memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Palingkanlah pandanganmu.”
Ahmad bin Hambal r.a berkata, “Berapa banyak pandangan mata yang menorehkan berbagai bencana ke dalam hati pemiliknya.”
Oleh karena itu, setiap celah yang berpotensi menuju fitnah ini harus ditutup, agar jiwa tetap bersih dan tidak menimbulkan bahaya dan kerusakan, membersihkan hati dan menjernihkan jiwa.

Sebagai contoh Rasulullah telah melarang beberapa hal berkaitan dengan bahanyanya mengumbar pandangan mata,

Pertama, beliau melarang kaum wanita yang shalat bersama kaum laki-laki untuk mengangkat kepalanya sebelum kaum laki-laki. Untuk mencegah agar mereka tidak melihat aurat lelaki dari belakang kain sarung mereka.

Kedua, beliau melarang wanita yang keluar menuju masjid untuk memakai minyak wangi atau asap bakaran kayu cendana. Hal ini dikarenakan dapat menyebabkan kaum lelaki tertarik kepada mereka. Selain bau mereka yang wangi, bentuk badan dan lekuk tubuh mereka yang tidak tertutupi juga dapat mengundang syahwat kaum lelaki.

Ketiga, Rasul melarang kaum lelaki duduk-duduk dipinggir jalan, karena itu dapat menyebabkan terjadinya pandangan haram. Ketika para sahabat mengungkapkan bagaimana bila terpaksa, Rasul SAW bersabda,
“Berikanlah hak jalan.”
Mereka bertanya, “Apa haknya?”
Beliau menjawab, “Menjaga pandangan, tidak mengganggu orang yang lewat dan menjawab salam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Keempat, Nabi melarang kaum wanita untuk menghentakkan kakinya ketika berjalan, agar tidak mengundang pandangan kaum lelaki, dan melihat perhiasan mereka yang tersembunyi.
Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.”
(QS. An-Nur : 31)

Itulah beberapa diantaranya larangan Nabi Muhammad SAW terhadap ummatnya berkaitan dengan bahayanya mengumbar pandangan mata dan sesuatu yang menyebabkan terumbarnya pandangan mata tersebut.
Tidak lain bertujuan agar kita ummat islam tidak menuai dosa dan masalah dikarenakan sesuatu hal yang sepele namun berakibat dapat merusak akhlak dan akidah kita.
Semoga bermanfaat saudaraku, semoga kita semua dapat menjaga pandangan mata yang ianya adalah sumber dari segala malapetaka hati dan kehidupan ini. Amin…

Sebelum Benih Jagung Tumbuh Menjadi Kerikil!!

Disuatu pagi, seperti biasa aku membantu ibu memasak di dapur. Saat tengah mengiris wortel, aku tidak tahu asal mulanya dari mana hingga ibu memulai pembicaraan itu. Mungkin karena mendengar kaset sholawat yang pagi itu aku putar, lalu beliau teringat akan hal itu. Suatu hal yang senantiasa membuat hati ini bergetar dan hujan istighfar.
“Mbak, ibu jadi inget sesuatu.” katanya kala itu memulai pembicaraan.
“Apa bu?” tanyaku penasaran.
Tepatnya kapan, ibu tidak ingat. Tapi sudah beberapa waktu yang lalu, beliau pernah mendengar langsung dari mulut seorang tetangga kami sendiri berujar…
“Waktu itu, ibu denger sendiri lho. Astagfirullah hal’adzim…”
“Apa sih bu?” kejarku semakin penasaran.
“Iya, Pak *** beberapa waktu lalu ibu denger ngomong gini..” kata ibuku terputus. Sesaat setelah menghela napas beliau melanjutkan.

“Kalau dia itu tidak akan pernah sholat, tidak akan pernah menyembah dan percaya pada Allah sebelum dia menanam benih jagung dan tumbuh buahnya menjadi batu kerikil!!

Astaghfirullah hal’adzim…Allahuakbar…
Serta merta kuhentikan kegiatanku mengiris wortel sambil terus meluncur dari bibir lafazh istighfar dan takbir tak henti-hentinya.
“Gimana tuh mbak? Padahal dulu SMPnya Muhammadiyah loh…” lanjut ibu.
Aku masih tepekur dan berusaha menata hati. Hingga akhirnya berkata,
“Sampai seperti itu bu?”
“Iya lho, apa dia menantang Gusti Allah ya mbak?”
Astaghfirullah hal’adzim, ternyata masih ada dan mungkin masih banyak orang-orang yang belum sadar akan Siapa yang menjadikan mereka hidup di dunia ini. Yang mencukupkan mereka dengan rahmat dan karunia-Nya yang tiada tara. Yang mendapat kasih dari Sang Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Yang setiap hari senantiasa meneguk kenikmatan rejeki yang tercurah dari-Nya. Masya Allah, aku jadi teringat firman Allah, yang artinya :

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(QS. Adz-Dzariyaat : 56)

Tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Allah, senantiasa beribadah pada Dzat yang memang patut disembah. Lalu, bagaimana dengan mereka para manusia yang masih saja mengkafirkan diri? Yang masih saja belum percaya bahwa adzab Allah akan turun bila ada makhluk-Nya yang durhaka...

Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya aku mampu melihat apa yang tak sanggup kalian lihat. Kudengar suara gesekan dilangit (berkriut-kriut), langit sedemikian padatnya, tak ada tempat kosong bahkan seluas empat jari sekalipun karena langit dipenuhi para malaikat yang sedang bersujud kepada Allah SWT. Demi Allah ! Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui (tentang akhirat), niscaya kalian tidak akan pernah tertawa sedikitpun, bahkan kalian pasti akan banyak menangis (karena takut). Dan niscaya kalian tidak akan pernah bisa bersenang-senang dengan istri-istri kalian, dan niscaya kalian akan keluar berhamburan ke jalan-jalan (berteriak) untuk memohon (ampun) dan memanjatkan doa kepada Allah (meminta perlindungan dari bencana akhirat) yang akan Dia timpakan” ( HR Tirmidzi & Al-Bukhari)

Sementara jutaan Malaikat dengan penuh rasa takut dan hormat sedang bersujud kepada Allah, dan sementara Malaikat peniup Sangkakala sudah siap di depan trompetnya sejak alam ini diciptakan, sementara itu pula masih banyak diantara kita yang masih bernikmat-nikmat dengan dunia ini seakan lupa akhirat. Astaghfirullah hal’adzim.

Teringatlah sebuah ayat yang Allah firmankan,
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.
(QS. Al-A’raaf : 40)

Mungkin itulah ayat yang dapat menjawab ucapan seseorang tadi. Ayat Allah memang tiada tandingan, tapi akan dengan mudah menandingi ucapan-ucapan para makhluk Allah yang bernama manusia yang kafir dan dengan sombongnya tidak mau menyembah Tuhannya.

Dalam hati aku hanya bisa mendo’akan, semoga dibukakan pintu hati saudaraku ini, dibukakan pintu hidayah kepada saudaraku ini, sebelum…penyesalan mengisi seluruh relung hati.

Wanita Sholihah



Wanita sholihah,
Adalah sebaik-baik keindahan
Menatapnya.. menyejukkan kalbu
Mendengarkan suaranya.. menyejukkan batin
Ditinggalkan, menambah keyakinan

Wanita sholihah,
Adalah bidadari syurga yang hadir di dunia
Wanita sholihah,
Adalah ibu dari anak-anak yang mulia

Wanita sholihah,
Adalah istri.. yang meneguhkan jihad suami
Wanita sholihah,
Penebar rahmat bagi rumah tangga, cahaya, dunia dan akhirat

Perhiasan yang paling indah
Bagi seorang abdi Allah
Itulah ia, wanita sholihah
Ia menghiasi dunia
Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab Al-Qur'an didaulatkan

Karena iman dan juga islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu dikorbankan
Harta kemewahan dilaburkan
Didalam kehidupan ini,
Ia menampakkan kemuliaan
Bagai sekuntum mawar yang tegar...
Di tengah gelombang kehidupan...