y

Dilema Cinta Remaja

Kemarin, tidak sengaja saya melihat dua orang insan di sebuah bangunan di pinggir jalan. Bisa ditebaklah, mereka bukanlah dua orang yang sama jenis..namun sebaliknya seorang wanita dan seorang laki-laki. Satu yang menarik perhatian saya, ketika saya amati ternyata sang gadis sedang menangis. Sungguh sedih rasanya, bulir bening menganak sungai dan akhirnya jatuh berderai. Jujur, tak tahu saya apa yang sedang terjadi diantara mereka. Kemudian sang pria berusaha menenangkannya. Dengan segala cara dari mulai membujuk, merayu, mengelus tangan sang gadis dan lain sebagainya. Masya Allah, saya jadi menarik kesimpulan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Atau bahasa gaulnya sekarang ini adalah pacaran. Ehm..menyinggung soal pacaran memang tidak akan ada habisnya.

“Aku cinta kamu, mau ngga’ kita pacaran?” atau
“Pokoknya gue udah ngga’ cinta lagi sama elo, mulai sekarang kita putus pacaran?!”
yah, kira-kira begitulah ‘dialog’ sepasang kekasih yang hafal ‘skenario cinta’ dan dalam masa ‘kontrak sandiwara’ yang berjudul ‘pacaran’.
Seperti kedua dialog diatas, pacaran adalah identik dengan cinta. Jelaslah, kalau tidak cinta ya tidak mungkin pacaran. Kalau pacaran ya berarti ada cinta, dan kalau emang elo cinta buktikan cinta lo dengan ‘buruan pacarin gue!’. Walah, rumit yah? Jadi bingung sendiri nieh… Begitulah, cinta memang bikin bingung, bikin pusing. Kata siapa? Ya itu kata mereka yang sudah menjadi budak cinta dan mengemasnya dalam proses pacaran yang akhirnya membawa mereka dalam jurang kenistaan. Kenapa bisa begitu, karena kurangnya pemahaman dan tipisnya iman.

Sepertinya memang begitu yang terjadi di kalangan remaja (bahkan anak sd) di jaman sekarang ini. Kalau udah mengenal yang namanya pacaran, wah…serasa sudah menjelma menjadi sosok yang dewasa, penuh pengalaman dan patut diperhitungkan. (segitunya…) Kalau menurut saya pribadi, pacaran itu ngabisin modal. Ngabisin waktu, dan nambah pikiran. Bagi yang masih sekolah, katanya pacaran itu bisa ngasih spirit tersendiri (ngapusi!!). Jadi tambah semangat buat ke sekolah. Iyalah semangat, kan di sekolah ada si dia. Bukan berarti semangat belajarnya nambah kan?! Begini ni rinciannya, ngabisin modal karena mau tidak mau pacaran itu ya emang harus pake modal. Nggak cukup kalau cuman modal dengkul aja. Bentar-bentar, ngajak jalan, ngajak nonton, ke mall (bagi yang ngga ada mall pasar boleh lah ^^) atau istilah kerennya ‘nge-date bareng’. Bagi yang cowok, kalau makan bareng malu dong ngga bayarin. Maunya sok-sokan mau bayarin, tapi padahal uang siapa tu…orang tua kan?! Lagi, bentar-bentar ngecek HP, ada yg sms ngga ya? Dimulai dengan beberapa kata saja, lama2 pulsa ngga terasa udah kosong.
‘Lagi apa Dar? (darling maksudnya, bukan Munandar!!) Udh ma’em lom? Klu lom, buruan gih..nanti sakit loh!!’ Alaah, emang siapa elu??
Yang kedua, pacaran hanya ngabisin waktu. Bentar2, janjian ngajak jalan. Bentar2, sms suruh jemput. Bentar2, telpon suruh anterin. (emang supirnya…) Kalau emang ngga ada waktu pun diada-adain demi sang pujaan hati. ‘Tak apalah, aku ada untukmu kok say!’
Yang terakhir, pacaran itu cuman nambah pikiran aja. Saat mau makan, kepikiran si dia. Saat mau tidur, keingetan si dia. Saat mau pergi, dia lagi ngapain ya? Hhm..yang ada hanya si diaaa…terus. Sampai-sampai ngga ada celah buat mikirin yang lain.
Kalau lagi bersama, serasa dunia milik berdua. Yang lain?? Ngontrak…

Cinta memang bisa membuat orang jatuh bangun. Dari mulai lupa makan sampai lupa mandi, dari mulai ngga bisa tidur sampai ngga bisa bangun (sakit soalnya…) dari mulai tertawa-tawa sampai yang nangis-nangis. Banyak orang yang tergila-gila karena jatuh cinta (gilaa..gilaa...!! ya nggak gitu…)
Jadi inget seorang temen dulu waktu SMA. Saking bingungnya tentang cinta, dia sampai menyimpulkan begini.
“Cinta!! Cinta itu Buta…
Buta itu Cakil…
Cakil itu Helm…
Jadi, cinta adalah Buta Cakil yang pake Helm!!” he..he..ada-ada saja yah…Ngerti ndak maksudnya? Ya gitu deh…

Kawan, fahamilah. Cinta itu fitrah…cinta itu indah…cinta itu anugerah… Asal pas menempatkannya, dan pas dalam memberikan porsi cinta kita pada makhluk lain. Ibarat cinta pada bunga akan layu, cinta pada air akan kering, cinta pada manusia akan mati. Namun tidak cinta kita pada Allah, cinta yang abadi..yang hakiki hanyalah cinta pada Illahi. Jangan sampai kita diperbudak cinta pada makhluk lain hingga mengorbankan segalanya, apalagi mengorbankan pengabdian pada Rabb kita.
Janganlah kita mendekati gerbang yang akan mengantar kita pada jurang kenistaan dan kehinaan dengan melampiaskan yang sesungguhnya nafsu namun kebanyakan mereka menyebutnya dengan ‘cinta mati’. Kalau memang cinta, ya cepatlah mengambil tindakan yang tepat agar tidak terjadi pendurhakaan kepada Allah. Kalau memang belum siap, buanglah jauh-jauh rasa itu dan fikirkan serta kerjakan apa yang ada didepanmu. Kalau memang Allah menghendaki dia menjadi pendampingmu, niscaya engkau akan bahagia dengan cintamu yang sempat kau buang dan kini kau menemukannya kembali dalam keadaan yang jauh lebih indah dan lebih berkah. Subhanallah…

Dan yakinlah, cinta yang seperti itu tidak akan ngabisin modal, ngabisin waktu, nambah pikiran apalagi makan ati. Beda dengan mereka yang asik-asik pacaran tapi kebanyakan makan ati saat seharian nggak di telpon, saat malam minggu nggak diapelin, dan saat melihat sang pacar jalan sama orang lain. Percayalah, itu tidak akan terjadi bila kita saling menjaga cinta kita masing-masing. Menjaga cinta agar tetap utuh untuk diluapkan pada pasangan kelak apabila telah menikah. Sekali lagi, itulah cinta yang lebih indah dan lebih berkah.
Banyak orang bilang, cinta itu berasal dari mata turun ke hati. Benarkah begitu? Sepertinya memang benar. Dari pertama mulai memandang secara tidak sengaja, lalu mencoba sekali lagi dengan maksud mengamati (eh..siapa tau ketemu lagi kan bisa nyapa..-huh!-). Tibalah saatnya curi-curi pandang, saling adu pandang dan akhirnya berpandang-pandangan. Lanjut…saling senyum, saling sapa, saling kenalan dan akhirnya berani ngajak jalan. Kelanjutannya, bisa dikira-kira sendiri!
Kalau mereka yang pacaran ditanya, buat apa sih pacaran? Dan kalau kebanyakan mereka menjawab, ‘yah, biar lebih saling mengenal, saling memahami lebih dalam’. Saya bilang, itu bohong abisss…(‘S’nya duaribu…-biar manteb!-)
Kenapa bohong, karena dalam masa pacaran itu dari masing-masing pasangan pasti sangat jaim alias Jaga Image untuk menyembunyikan perilaku mereka yang sebenarnya pada pasangan. Yang tadinya ceroboh, mendadak teliti. Yang tadinya mandi sekali sehari, jadi tigakali seminggu…(loh..malah lebih parah yak!) Yang tadinya nggak pernah rapih, mendadak jadi rapihan. Betul nggak?!? Pokoknya dia pengen yang dilihat sama pacarnya itu sifatnya yang baik-baik aja. Nah, nanti kalau udah berkeluarga bakalan kaget tuh. Syok malah…kalau udah gitu, mau gimana hayoo?

Jangan khawatir soal pasangan hidup. Kalau kepingin yang baik, shalih atau shalihah ya tinggal kita benahin diri sendiri aja. Benahin hubungan kita sama Allah, mohon supaya diberi kemudahan dalam mendapat jodoh. Diberi jodoh yang shalih/shalihah. Bukankah Allah sudah berfirman,
"Perempuan jahat untuk laki-laki yang jahat, dan laki-laki yang jahat untuk perempuan jahat; dan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik." (An-Nur: 26)
Satu lagi, ghadul bashar atau menjaga pandangan adalah salah satu jurus jitu (meski agak berat ya..) untuk menghindari gerbang perzinahan. Hendak kau kemanakan pandanganmu? Itu jualah yang menentukan hendak kemanakah kau membawa dirimu.

“Kemaslah cintamu menjadi rangkaian cinta yang senantiasa dapat membuatmu hidup, namun tetap dalam naungan cinta terbesar yaitu cinta-Nya.”

The Long Journey

Kemarin, tepatnya hari Kamis, 23 April 2009 kami (rombongan) berangkat ziyarah ke makam wali di Jateng. Disini, saya hendak sedikit berbagi cerita dan pengalaman saya di suatu belahan bumi Jawa yang lain (ehm…). Hhm...pokoknya suka duka deh. Dan kesan terakhir yang didapat sepulang dari ziyarah itu tidak lain dan tidak bukan adalah..’cuapeek…’ Pfiuuh…tapi ngga papa. Yang penting insya Allah dengan perjalanan itu dapat membuat kami (saya khususnya) lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Ziyarah tersebut dimaksudkan untuk mendo’akan para alim ulama yang telah mendahului kita. Selain itu, jelas…ziyarah dimaksudkan untuk membuat kita mengingat mati dan lekas mencari bekal untuk sebuah perjalanan panjang nan melelahkan. Mengenai ziyarah kubur, lebih jelasnya dapat dibaca disini. Selain itu, ziyarah ke makam para waliyullah disini agar kita sebagai umat muslim mengetahui betapa besar perjuangan dan pengorbanan mereka dalam menyebarkan dien Allah khususnya di Pulau Jawa. Sama halnya seperti saat Nabi Muhammad SAW, yang mengorbankan seluruh tenaga dan jiwa raga untuk menegakkan agama Islam. Dan semoga, dengan luasnya penyebaran agama islam di Indonesia sekarang ini khususnya, yang menjadikan Negara tercinta kita ini menyandang gelar sebagai Negara dengan penduduk islam terbanyak (88%), tidak hanya berupa statistika angka belaka. Namun, pemahaman tentang islam dapat merasuk ke hati sanubari masing2 sehingga kita dapat berperilaku sebagai seorang umat muslim yang dapat menerapkan ajaran2 yang telah tercantum dalam Qur’an dan Hadits serta dapat meneladani Rasul sebagai Nabi junjungan kita.
Ehm, ngga usah panjang lebar pengantarnya…karena panjang tambah lebar sama dengan luas dan lama!! (he.he..nyambung ngga sieh??) Lanjut ah, berikut kisah perjalanan yang memakan waktu sekitar 21 jam lebih 10 menit dari waktu keberangkatan (wah..ngitung ya? Engga..kan di busnya ada catatan durasinya!) Let’s check it out!!

Langsung pas berangkatnya aja ya, soalnya nanti kalau diceritakan dari awal persiapan bangun tidur bakalan lama! He..he..biasa, orangnya lelet Be Ge Te.
Oke, lanjut! Kami (saya, abi dan ade’) sholat shubuh dimasjid berjama’ah sekitar pukul 04.30 WIB. Setelah mendapat sedikit penjelasan akhirnya rombongan yang diangkut dengan menggunakan 2 bus pariwisata itu berangkat meninggalkan masjid pukul 05.45 WIB. Disitulah pertamakali perjalanan kami dimulai. Satu jam kemudian, kami sudah berada di Jogja kota dan segera meluncur ke Jawa Tengah. Namun sebelum ke makam wali (rencananya ziyarah ke makam sunan Kalijaga, sunan Kudus dan sunan Muria), kami singgah sebentar untuk ziyarah di Krapyak.

Setelah itu, perjalanan kembali dilanjutkan dan sekitar pukul 13.30 WIB kami sampai di Demak. Sebelum memasuki kompleks masjid Demak, tata kota yang apik dan asri telah menyambut kami dan para peziyarah yang lain. Sepanjang jalan tertulis Asma’ul Husna yang berjajar rapi sebelum masuk ke kompleks masjid. Yang saya fikir aneh, ketika bus sudah berada di depan kompleks masjid para penumpang ngga boleh turun. Nah lo, gimana tuh!! Gini, jadi bus2 yang mengangkut para peziyarah itu diharuskan parkir terlebih dahulu. Oke..ngga papa. Tapi saat tau kalau tempat parkirnya ngga bisa dibilang deket dengan kompleks masjid, kamipun mulai khawatir. Masa iya disuruh jalan segitu jauh?? Tenaang, ternyata di kompleks parkir sudah tersedia layanan antar. Pilih mana, menuju masjid dengan naik kuda? (eh..naik andong maksudnya!) bisa, atau mau yang lebih cepet..bisa juga. Disana tersedia banyak ojek. Atau, mau berdua atau bertiga sama keluarga? Boleh, naik becak aja. Ongkosnya pun ngga mahal2 amat. Cuma Rp. 2000 per orang. Murah bukan?!? Udah ah, kenapa malah jadi promosi jasa angkutan sih?!? ^^.
Ya udah, lanjut ya…Ceritanya udah sampe di Masjid Agung Demak nie. Sampai disana jama’ah langsung mengambil air wudhu dan segera menunaikan sholat Dzuhur secara berjama’ah. Karena banyak juga yang membawa anak kecil yang masih doyan susu, maka saat hendak sholatpun ada adegan susu tumpah segala. Pas dibelakang shof wanita. Walah…terpaksa pindah posisi nieh. Ya udah, ngga papa. Namanya juga anak2. Dulu kita kan juga begitu ya, malah lebih parah mungkin (^^). Kami menunaikan sholat jama’ taqdim Dzuhur dan Asar mengingat perjalanan yang ditempuh masih cukup jauh.
Setelah sholat, kami (rombongan/jama’ah) segera berziyarah ke makam Raden Fattah/Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.

Disana juga terdapat museum yang berisi barang2 bersejarah atau tepatnya barang peninggalan para sunan dan kerajaan. Diantaranya adalah Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M. Ada juga Situs Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi. Kemarin sempat lihat, masih ada airnya dengan pagar disetiap sisinya. Dan didalamnya terdapat beberapa ekor ikan (loh…)

Sekian ziyarah di kompleks masjid Demak. Para jama’ah kembali ke parkiran bus, istirahat sebentar, lalu perjalanan dilanjutkan ke makam sunan Kalijaga. Tidak begitu jauh dari lokasi bus, hanya beberapa menit saja. Sesampainya disana saat memasuki gerbang komplek, mata langsung dimanjakan dengan berbagai macam jenis barang dagangan disetiap kanan kiri jalan. Kalau saya sih, cukup melihat saja. Tidak begitu tertarik. Oya, satu yang harus dipersiapkan para peziyarah, yaitu uang receh. Kenapa, karena setiap kaki melangkah menuju makam wali disitu pula ada (maaf) pengemis atau orang minta2. Entah itu mulai dari anak2 hingga orang tua (simbah2) sekalipun. Banyak sekali. Seperti sudah menjadi profesi lazim mungkin ya. Namun para peziyarah juga tidak pelit (terutama rombongan saya..he..he..) maunya sieh, setiap pengemis mau dikasih, tapi itu akan lama dan mengundang yang lain. Jadi ya beberapa aja. Dan mereka cenderung selektif juga. Saya perhatikan yang dikasih hanyalah orang yang benar2 tidak mampu secara fisik ataupun sudah sangat sepuh (tua). Dan yang paling bikin semangat para pemberi itu adalah bahwa dalam setiap keping yang mereka berikan akan meluncur do’a. “Alhamdulillah, maturnuwun Den. Mugi2 sami sehat, kaparingan berkah saking Gusti Allah, ketampi sedaya amal saenipun, dipun kabulaken ingkang dados panyuwunanipun...bla..bla..” (tau ngga artinya?? Enggak?? Sama…^_^)
Para peziyarahpun semakin semangat buat ngasih, tak lupa dengan senyum manis, pake tangan kanan, sambil bilang ‘semoga bermanfaat ya..’. Kalau sepanjang jalan hanya sibuk merogoh kantong buat menyantuni mereka, yang ada malah ngga jadi ziyarah karena kemaleman di jalan…betul nggak?? Oya, satu yang sedikit membuat saya geli. Salah seorang dari jama’ah saya, setiap kali peziyarah lain memberi uang kepada para pengemis dan saat si pengemis tsb mendo’akan, dia hanya ikut meng-amini saja.
“semoga diberi kesehatan, semoga dikabulkan do’anya, semoga..bla..bla…”
“Amin-amin-amin…” begitu berulang-ulang. Rupanya dia lebih fokus untuk berziyarah ke makam dan lebih suka memasukkan uang di kotak infak yang sudah disediakan. Tapi memang ngga ada salahnya menyantuni mereka. Mungkin dia ngga mau repot merogoh kantong dan menyeleksi pengemis mana yang patut diberi karena memang dia sendiri membawa anak kecil. Jadi yah..jalan lurus2 aja. Dan setiap saya mendengar dan melihat adegan ‘amin-amin’ itu, saya hanya bisa menahan geli. Walah..walah! Ada-ada saja…

Satu lagi untuk memudahkan perjalanan anda, bawalah selalu kantong plastik yang muat untuk tempat sandal. Karena dari pintu gerbang makam hingga menuju makam utama jaraknya cukup jauh, maka jika anda tidak ingin kehilangan sandal karena dilepas di depan gerbang masukkan sandal kedalam kantong plastik dan dibawa serta masuk ke dalam kompleks makam. Begitu lebih praktis dan aman. Karena tidak sedikit peziyarah yang masuknya memakai sandal, pulangnya bertelanjang kaki alias nyeker karena sandalnya keliru atau diambil orang. Yah, mereka hanya bisa bilang..”Ya wiss, ikhlaske wae”. Hmm..kasian juga. Udah, ngga usah mikirin sandal.

Lanjut perjalanan ke makam sunan Muria. Muria oh Muria…Ternyata perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai sekarang ketika hendak berziyarah ke makam sunan Muria. Dari kejauhan, sudah nampak gunung Muria yang menjulang tinggi. Kami rombongan nggak nyangka kalau sesungguhnya sedang menuju kesana. Beberapa saat kemudian, bus berjalan pelan karena memang menanjak naik. Berkelok-kelok lagi…tapi mata kami kembali dimanjakan pemandangan indah di kanan-kiri jalan. Pemandangan kota yang asri dan permai. Jadi pengen nyanyi…’naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali. Kiri-kanan kulihat saja…’ Ehm..kelamaan. Setelah setengah naik, bus diparkir di tempat parkir (iyalah, masak di tempat sholat!!) Disitu sudah banyak layanan ojek yang siap mengantar jama’ah naik ke puncak. Harganya lumayan mahal, Rp.7000 sekali jalan. Lalu setelah turun dari bus, kami berunding sejenak. Diambillah kesepakatan bahwa tidak ada yang naik ojek. Semua jalan…waah…oke tuh. Kami semua berjalan melewati jajaran tukang ojek yang sudah buru2 pake helm, naik motor dan menggebernya sambil menunggu giliran keluar (ojek berbaris rapi didepan halte yang kanan kirinya di beri rantai pembatas agar tidak liar –dikira macan, liar-. Untuk mengambil penumpang, menunggu rantai dibuka dan ojek satu persatu keluar). Namun malang, setelah melihat tidak satupun rombongan yang ingin menggunakan jasa mereka dan lebih memilih naik sandal (jalan maksudnya..^^) merekapun hanya bisa senyum pasrah sambil mematikan mesin motornya. “Yah, mlaku kabeh…” (yah, jalan semua…) Kamipun hanya tertawa melihat aksi2 mereka. Ya, saat ini kami bisa tertawa…namun tidak tau bahwa medan yang akan kami lewati sesungguhnya sudah cukup membuat kami setengah menangis dan hujan peluh…

Kami mulai meniti anak2 tangga menuju makam sunan Muria. Satu anak tangga, dua, tiga, sepuluh, duapuluh, belum terasa lelah. Namun ternyata, masya Allah…kami sesungguhnya belum tau bahwa ratusan anak tangga selanjutnya sudah menanti kita diatas. Kaki rasanya sudah cuapeek banget. Udah ngga mau diajak jalan. Peluh sudah mengalir deras. Dan saat kami beristirahat sebentar, saat itu juga disamping ada seorang penjual VCD. (dikanan kiri banyak pedagang) Disitu distel kaset perjalanan menuju makam sunan Muria. Dan dari situlah kami baru sadar, bahwa perjalanan dari mulai anak tangga pertama sampai puncak adalah sejauh satu kilometer. Masya Allah, padahal kita belum ada setengahnya. Terdengarlah adzan maghrib, wah harus cepat2 nieh. Tapi kaki udah pegeel banget. Ayolah kaki, semangath!! Tiba di pemberhentian, (agak datar) disitu tersedia toilet dan tempat wudhu pria dan wanita. Akhirnya yang nyampe duluan segera berwudhu. Kita lanjutkan lagi merangkak ke atas dengan sisa2 tenaga…(segitunya..tetep jalan kok. Malu dong klo suruh merangkak ^^) Nah, ceritanya kita udah sampai ni di puncak. Huuh..angin malam segera menerpaku. Sejuuuk sekali, setelah sekian lama mendaki gunung Muria. Dibawah pemandangannya juga sangat indah. Kerlap-kerlip lampu mulai terlihat. Subhanallah, bibir tak berhenti berdecak dan bertasbih. Lalu kami semua menuju masjid. Didepan masjid, kami (saya khususnya) sempat terbengong tak berdaya. Dengan melihat posisi masjid yang berada diatas dan tangga yang harus dilalui bila hendak mencapai masjid tsb cukup mengingatkan kami akan perjuangan saat menuju ke puncak. Waduuh…sungguh membuat syok. Kenapa ngga datar2 aja ya?! Okeh..ngga papa. Dengan sisa2 tenaga kami mulai merangkak (loh, pengulangan adegan, he..he..).

Setelah itu kamipun menunaikan sholat. Usai sholat, tiba2 secara tak disangka2 lampu mati!! Seketika kegelapan malam di puncak gunung Muria mulai menyelimuti. Beberapa detik kami tidak bergerak, mencoba menjernihkan pikiran. Yang bawa haPe mulai inisiatif menghidupkannya (meski ngga ada sinyal) untuk sekedar penerangan. Yang tadinya agak berisik, mendadak diam seribu bahasa. Namun, beberapa saat kemudian lampu kembali terang. Serentak terdengar ‘Alhamdulillaaaahhh…’ dari mulut masing2. Wah, kompak banget deh…Naah, setelah sholat dan lampu terang kami beranjak menuju makam sunan Muria. Kembali, siapkan kantong plastik untuk membawa sandal anda. Disana ternyata sudah banyak orang yang berziyarah. Ternyata durasi ziyarah dibatasi. Tidak boleh lama2, karena memang banyak yang antri. Setelah beberapa saat, ziyarah di makam sunan Muria usai. Kami kembali menuju tangga yang siap untuk dilewati oleh kaki-kaki lelah kami. Dan betapa kagetnya kami setelah sadar bahwa lampu sebenarnya belum menyala. Lampu yang menyala tadi dikarenakan memakai tenaga diesel. Dan yang tidak punya diesel harus rela bergelap-gelap ria. Dan itulah, kami harus kembali meniti tangga yang curam menurun dalam keadaan gelap gulita. Masya Allah, sungguh perjalanan yang tidak bisa dibilang ringan. Kami saling berpegangan (saya dan abi, adek udah jauh didepan…) untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Karena kondisi jalan/tangga yang sudah tidak sempurna, banyak diantara kami yang terpeleset dan tersandung. Hanya beberapa dari kami yang membawa senter kecil. Dan itulah salah satu penerangan yang diandalkan untuk orang2 yang berada dibelakangnya. Semoga, setitik sinar yang dihasilkan dari senter itu dan yang menerangi jalan orang2 untuk sekadar menghindari lubang dapat membawa kebaikan bagi mereka yang ikhlas.

‘Alhamdulillah’ serta merta meluncur dari mulut masing2 (seperti saat lampu terang di puncak) saat kaki meninggalkan anak tangga terakhir. Hhuuh..sungguh perjuangan. Namun bayangan ingin segera masuk bus dan duduk tenang harus dihapus dalam benak ketika saat rombongan menuju bus dimana terakhir terparkir dan melihat bus sudah tidak ada ditempat. Walah, gimana ini. Kepanikan kembali melanda. Ingat, saat itu masih dalam keadaan gelap gulita. Panitiapun segera mengambil tindakan, apa tindakan yang diambil? Mondar-mandir mencari dua bus pariwisata dengan membawa mega phone sambil memanggil2 berharap sang sopir bus mendengar dan segera memberi tanda dimana dia parkir. Terpaksa jama’ah terlantar di pinggir jalan sambil harap2 cemas. (mungkin mengira busnya nyasar kali ya..) Sesaat terdengar sebuah bus membunyikan klakson berkali2. Merasa yakin bahwa bus itu adalah yang dimaksud, serentak kami berbondong2 turun (jalan menuju tempat parkir menurun) mendekati bus yang tadi meng-klakson. Belum sampai disitu, satu panitia yang berada di belakang berteriak “Jama’ah Nuurul Arqam, bisnya disini..bisnya disini…” Kami yang sudah sampai dibawah, hanya bisa bengong dan saling tatap (emang keliatan, orang gelap yee…) dan terpaksa putar balik lagi menuju bus yang dimaksud. Dan ternyata benar, lah yang tadi mainan klakson busnya siapa dong?! Kemudian lewatlah sebuah bus yang tadi kami kira itu bus jama’ah kami. Dengan cermat kami mengamati, dan ternyata memang bukan. Walah…kok ya iseng banget sih yak pake klakson2 segala. Bikin repot aja…

Pfiuuh..akhirnya bisa juga diri ini melepas lelah di dalam bus. Menikmati buaian udara yang berasal dari air conditioning dalam bus. Tapi baru berasa kalau sang kaki udah senut2. Tak apalah…yang penting sekarang bisa sejenak beristirahat.
Bus kembali menuruni gunung dan selanjutnya menuju makam sunan Kudus. Sesampainya di kompleks makam, didepan masjid Kudus menjulang menara yang terbuat dari batu bata merah yang lebih terkenal dengan sebutan menara Kudus. Dari sekian makam sunan yang telah kami ziyarahi, di makam sunan Kuduslah yang paling ramai. Benar2 ramai, dari mulai anak2 hingga orang tua. Saat itu jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Selesai ziyarah di makam sunan Kudus, kami kembali ke bus satu jam setelahnya. Jam menunjukkan pukul 22.30 WIB malam. Istirahat sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang. Dalam perjalanan pulang, semua jama’ah sudah terlihat sangat lelah, letih, lemah, lunglai (tapi bukan anemia lho ya..). Dan tidak sulit untuk terlelap. Hhm…meskipun para penumpang sudah terlelap, namun bus tetap merayap melewati jalan2 aspal untuk mengantar kami kembali pulang. Pemandangan malam di jalan-jalanpun sangat sayang untuk dilewatkan. Meskipun tengah malam, masih banyak juga aktifitas yang masih menggeliat di pinggir jalan. Tak terasa, matapun sudah saatnya istirahat. Jam menunjukkan pukul 2.30 WIB dini hari saat bus akan naik (dari Jogja menuju Kab. Gunungkidul). Bus mulai berbelok-belok melewati jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan malam yang tetap elok..(alah..) Sebentar lagi akan sampai rumah nieh…

Saat sampai, jam menunjukkan pukul 3.30 WIB dini hari. Sebelum turun, sekilas sempat melihat lama perjalanan yang ada dalam bus. 21 jam 10 menit. Lama nian…Ya sudahlah, yang penting sekarang sudah sampai dengan selamat tak kurang suatu apa! Akhirnya the long journey telah berakhir. Saatnya istirahat.
Semoga diterima segala amal dan diampuni dosa para alim ulama yang telah mendahului kita. Dan semoga kita lebih dapat mengingat sesuatu yang paling dekat dan yang terus mengintai, mati. Dan lekas2 sadar akan dosa yang telah diperbuat, dan sudah seberapa banyakkah bekal amal yang akan kita bawa kelak dengan harapan akan lebih bertaqwa kepada Allah SWT.
Sekian kisah perjalanan ziyarah kami ke makam para sunan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : "Kalau kita sedang sulit, perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua, Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang shalih.

Pasangan hidup yang shalih akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang shalih pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada keshalihan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang shalih, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang shalih. Demikian pula seorang istri yang shalihah, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang shalihah.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang shalih.

Saat Rasulullah SAW sedang thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda tersebut : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang shalih, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu".
Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang shalih, dimana doa anak yang shalih kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang shalih.

Keempat, albiatu shalihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih. Orang-orang yang shalih akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang shalih adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang shalih.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab shadaqah, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin shalih, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia ”), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal shalih kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal shalih yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan shalat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal shalih sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, “Amal shalih yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal shalih saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.

Jadi shalat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

dikutip dari : Kebun hikmah

Hhmm....

Pagi, ketika mentari masih malu-malu mengintip dibalik pegunungan dan celah-celah pepohonan...
Kudengar dering handphone tidak lupa dengan getarnya,
Malas...siapa sih pagi-pagi begini ngirim sms?!
Tapi kuraih juga handphone-ku untuk menjawab rasa penasaran yang sempat mampir di pikiranku. Kulihat tulisan dilayar mungil itu, '1 pesan diterima'.
Hmm..siapa nih. Kupencet tombol 'buka', dan disana tertera nomor yang tidak aku kenal. Kugerakkan kembali jariku untuk membaca pesan singkat itu.

"Assalamu'alaikum,
gimana punya kabar cint?
lama ya ngga ktemu 'n telp."
(dari bahasa sms dan panggilan 'cint' aku sudah tahu, pasti itu dari 'soulmate'ku dulu waktu SMA..kangen juga ^_^)

Kulanjutkan baca baris berikutnya.. yang ternyata,
"Hal undangan diberitahukan bahwa tgl 19 April 2009 adalah hari pernikahan **temenku** dengan **calonsuami**
maka dari itu, diharapkan do'a restu dan kehadirannya.
terimakasih."

Tiga detik, waktu yang kubutuhkan untuk tetap pada posisi semula. Menatap layar hp dengan barisan tulisan singkat yang tertera daripadanya.
Sebelum akhirnya sebuah guratan yang lebih cerah menghias wajah.
Subhanallah wal hamdulillah...

Semoga Allah memudahkan jalanmu ukhtyku...
Melimpahkan barakah atasmu,
Serta menguatkanmu untuk menapaki jalan hidupmu yang panjang nan jauh...
Tapi kini, kau tidak sendiri.
Berbahagialah atas apa yang Allah karuniakan padamu.

Insya Allah,
Insya Allah aku akan hadir di walimahanmu.
Walaupun hanya untuk sekedar memberi seuntai do'a,
Dan untuk menunjukkan padamu, bahwa aku turut bahagia...