y

Bacalah...


Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?


Itulah sepenggal ayat yang tertera dalam header blog Nashiyah. Mengapa ayat itu dipilih, karena sesungguhnya ada makna yang luar biasa terkandung didalamnya. ‘Kemunculannya’ pun berbeda dengan kemunculan ayat pada surah-surah lainnya dalam Al-Qur’an.

Dalam Q.S Ar-Rahman, ayat ini berulang hingga 31 kali yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia dari keseluruhan yang berjumlah 78 ayat. Dan itu bukanlah suatu kebetulan atau hanya permainan syair belaka.

Surah Ar-Rahman (Arab: الرّحْمنن) adalah surah ke-55 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surat makkiyah, terdiri atas 78 ayat. Dinamakan Ar-Rahman yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah. Sebagian besar dari surah ini menerangkan kepemurahan Allah SWT. kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Dengan berulangnya ayat ini, itu berarti dapat dikatakan bahwa Allah telah menegaskan, ‘Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?’ Telah begitu banyak nikmat Allah yang terlimpahkan pada kita. Walaupun tanpa disadari, kita masih terlalu sering mengeluh atas apa yang kita dapat. Kita masih sering berfikir kalau Allah itu tidak adil dengan kita terpancang pada orang yang mendapat kenikmatan yang banyak melebihi kita. Begitulah, kita manusia sering menilai suatu kenikmatan hanya bersumber dari harta benda yang kita punya. Kita akan merasa bangga dan bahagia apabila berlimpah harta. Sedangkan kita tidak tahu bahwa setiap harta yang kita punya didunia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat walau hanya sebutir nasi yang kita buang sekalipun.

Kalau mau main itung-itungan, niscaya kita akan malu sendiri bila masih banyak menuntut ini itu pada Allah Sang Pemberi Rizki. Tanpa kita sadari, (memang manusia tidak pernah sadar) kenikmatan yang telah diberikan Allah adalah sangat luar biasa. Kita diperkenankan hidup didunia ini dengan dapat menghirup udara dengan gratis. Membuka mata lebar-lebar dan menyaksikan segala yang ada didepan mata dengan berbagai ragam bentuk dan suasana. Kita diberi kenikmatan sehat, dapat melangkahkan kaki, dapat menghasilkan suatu karya dengan tangan kita, dapat berbicara, mengunyah dan merasakan lezatnya makanan yang masuk dalam mulut kita.

Dipagi hari kita dapat menghirup udara segar, mendengar kicauan burung dan desauan angin yang menyapa dedaunan. Kita juga melihat indahnya matahari terbit dengan merasakan kehangatan sinarnya. Kita merasakan tentram dan damai bersama keluarga dan handai taulan didekat kita. Kita juga dapat merasakan sujud memasrahkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Kita bisa merasakan keagungan-Nya. Itu semua terlepas dari harta benda yang selama ini selalu menjadi tolok ukur kebahagiaan dan kenikmatan dunia.

Tak terbayang jika itu semua tidak kita rasakan didunia. Mungkin dunia ini serasa hampa. Apa gunanya pula jika kita diberi harta benda yang berlimpah ruah, tapi kenikmatan-kenikmatan itu terenggut? Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya jika untuk bernafas saja kita harus bayar? (layaknya orang sakit yang bernafas dari tabung oksigen). Apa jadinya jika kita tidak bisa berbicara, tidak bisa merasakan lezatnya makanan yang masuk ke mulut kita? (layaknya orang sakit yang mendapat asupan makanan dari selang infuse). Apa jadinya bila untuk berjalan pun kita harus berada diatas kursi roda. Apa jadinya bila kita tidak dapat menghasilkan suatu karya dari sepasang tangan kita. Kita tidak dapat menatap dunia karena mata kita telah buta, tidak dapat mendengar karena telinga telah tuli. Kita kesepian, tidak ada sanak famili yang kita kasihi hadir ditengah-tengah kita menghangatkan suasana.

Apa jadinya bila itu semua kita alami walau kita berlimpah harta?!? Apabila dituntut untuk memilih, masihkah manusia mendewakan harta sebagai kadar kenikmatan dunia? Saya rasa orang yang seperti itu adalah orang yang sudah tidak punya hati, tidak punya hati, dan tidak punya hati. Tapi itu semua kembali pada diri kita masing-masing.

Itulah, sinyal Allah yang telah disampaikan kepada kita dalam 31 ayat dalam surah Ar-Rahman. Jangan sekali-kali kufur nikmat. Syukurilah nikmat yang telah diberikan dengan penuh kezuhudan dan penuh ketawadhu’an. Niscaya, Allah akan menambah nikmat-Nya apabila kita senantiasa mensyukurinya…

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

0 komentar :

Posting Komentar